Nabire, Jubi – Perkumpulan Pengacara HAM Papua Gustaf R.Kawer, S.H, M.Si mengatakan sebagai Kuasa Hukum keluarga korban Eden Bebari dan Ronny Wandik, pihaknya berharap Presiden Republik Indonesia, Panglima TNI dan Mahkamah Agung R.I memastikan persidangan kasus itu berjalan transparan, dapat diakses oleh keluarga korban dan seluruh masyarakat di Papua.
“Kami berharap memastikan juga Para Terdakwa dapat dihukum seberat-beratnya (maximal) agar dapat memberi rasa keadilan bagi keluarga korban dan seluruh masyarakat di Papua,” tulisnya dalam siaran pers yang diterima Jubi, Kamis (13/7/2023).
Kasus Penembakan yang mengakibatkan meninggalnya dua warga Sipil itu , terjadi pada 13 April 2020 di sekitar areal Kuala Kencana, Kabupaten Mimika. Terdakwanya yakni Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dari Kesatuan Yonif Raider 900/SBW.
Kawer mengatakan, Kodam IX/Udayana, Bali, pada hari Rabu, 12 Juli 2023 persidangannya memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi, bukti surat dan barang bukti.
Persidangan dipimpin oleh Majelis Hakim dari Pengadilan Militer III-14 Denpasar atas nama Kolonel Chk.Dedy Darmawan, S.H, M.H (Ketua), Letnan Kolonel Chk Agustono, S.H., M.H (Anggota I), Kapten Chk (K) Dianing Lusiasukma, S.H (Anggota II).
Dalam persidangan tersebut, Oditur Militer atas nama Letnan Kolonel Chk Eko Susanto, S.H, M.H, mengajukan 4 (Empat) Orang saksi atas nama Ipda Ramli, S.H, Bripka Zahrir, S.H, Domikus Bebari (Ayah dari Korban Eden Bebari) , Jommy Wandik (Ayah dari Ronny Wandik).
Kawer mengatakan, Oditur Militer mendakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dengan dua dakwaan.
Dakwaan Pertama: Pasal 338 KUHP Jo.Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, yakni, “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain secara bersama-sama atau Kedua, Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 KUHP; “Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang”.
Para terdakwa didakwa melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik bersama terdakwa lainnya Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono, dari Yonif 711/Rks dan Yonif 712/Wt yang telah divonis terlebih dahulu melalui Pengadilan Militer Manado dan Pengadilan Banding, masing-masing Letda Gabriel Bowie Wijaya, 7 Tahun Penjara dan diberhentikan dari dinas militer, Praka Bahari Muhrim 6 Tahun Penjara dan di berhentikan dari dinas militer.
Kawer mengatakan, terdakwa Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono sedang melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung R.I atas Putusan Bandingnya.
Saksi yang diajukan untuk Perkara Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dalam persidangan atas nama Ipda Ramli, S.H, Bripka Zahrir, S.H menerangkan mengetahui penembakan terhadap kedua korban karena merupakan pihak kepolisian yang melakukan penyelidikan terhadap perkara tersebut setelah mendapat informasi ada masyarakat sipil yang ditembak di areal Kuala Kencana.
“Saksi tahu kedua korban masyarakat biasa dan tidak berafiliasi dengan kelompok TPN-PB, sedangkan saksi dari keluarga korban, Demenikus Bebari merupakan Ayah dari Eden Bebari, menerangkan saat kejadian berada di Jayapura bersama istrinya karena situasi Covid-19, tidak dapat ke Timika karena Lockdown, setelah kejadian baru mengetahui dari masyarakat anaknya ditembak, anaknya ke Timika karena cuti dari kuliahnya di Sekolah Tinggi Multi Media Tangerang saat peristiwa rasisme di Surabaya, aktivitas sehari-hari dirumah usaha air galon dan sering bersama-sama teman-temannya mencari ikan di sungai dekat areal kuala kencana, saksi tahu korban terakhir sebelum ditembak pergi mencari ikan bersama temannya Ronny Wandik,” katanya.
Kawer mengatakan, ayah dari Ronny Wandik, Jomi Wandik menerangkan hal yang sama, anaknya belum bekerja, sehari-hari membantu aktivitas kegiatan Gereja Kingmi. Dia biasa bersama teman-temannya pergi mencari ikan sungai dekat areal Kuala Kencana, Ronny Wandik tidak terlibat atau berafilisasi dengan TPN PB seperti dituduhkan oleh pihak TNI yang melakukan penembakan.
“Ayah dari Eden Bebari dalam persidangan, sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh TNI melalui para terdakwa, seharusnya mereka lebih profesional mendeteksi mana yang masyarakat sipil dan mana yang TPN PB, bukan asal menembak masyarakat sipil yang tidak bersalah, lokasi tempat terjadinya peristiwa penembakan sering dilalui masyarakat yang hendak mencari ikan, tidak tertutup, sangat aneh kalau TNI yang diperlengkapi oleh teknologi yang canggih tidak bisa membedakan ini yang berdampak anak pertama dari di dalam keluarga mereka baik Eden Bebari maupun Ronny Wandik yang menjadi tulang punggung keluarga korban, ditembak dengan cara yang sadis oleh para terdakwa bersama rekan-rekannya dari Kesatuannya. Ayah Eden Bebari, Dominikus Bebari berharap Hakim yang memimpin sidang memberi vonis yang seberat-beratnya bagi Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim,” katanya. (*)