Merauke, Jubi – Kasus Demam Berdarah Dengue atau DBD di Kabupaten Merauke, Papua Selatan dilaporkan meningkat di akhir Januari 2024 lalu, dengan jumlah sebanyak 40 lebih kasus. Namun demikian, Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke mengklaim kasus DBD kembali turun pada bulan Februari.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, dr Nevile Muskita, kepada wartawan, Kamis (7/3/2024), menyatakan bahwa kasus demam berdarah sedikit meningkat di pekan keempat Januari lalu. Namun di bulan Februari atau sekitar pekan kelima dan enam, jumlah pasien demam berdarah mulai berkurang.
“Kita lihat tren kasus itu dari minggu pertama. Hasil surveilans [pengamatan sistematis terhadap data dan informasi penyakit] itu mingguan. Di minggu pertama sekitar 20 kasus, kemudian naik hampir 30 kasus di minggu kedua. Lalu tetap sekitar 30 kasus di minggu ketiga. Di minggu keempat atau di akhir Januari itu yang naik sampai 40 kasus,” jelas Nevile Muskita.
Hasil surveilans di minggu kelima dan enam, sambung Nevile Muskita, jumlah kasus demam berdarah di Kabupaten Merauke mulai menurun. Pada awal Februari, terdapat 15-20 kasus, dan pertengahan bulan atau minggu keenam ada sekitar 10 hingga 15 kasus yang tercatat.
“Sekarang kondisi mingguan rata-rata 10 an kasus. Jadi sudah turun, dia meningkat di akhir Januari kemarin, tapi sekarang trendlnya sudah menurun,” kata dia.
“Untuk fogging sudah kita lakukan, makanya mungkin trennya sudah menurun. Karena fogging itu untuk memutus rantai penularan secara cepat, karena kita membunuh nyamuk dewasa yang mungkin sedang membawa virus,” sambungnya.
Nevile Muskita menjelaskan sebagian besar penderita demam berdarah yang ditangani rumah sakit dan fasilitas kesehatan di sana adalah anak-anak berusia antara 5 hingga 9 tahun dengan jumlah penderita 37 orang.
Ada juga orang dewasa usia sekitar 20-24 tahun, dengan jumlah penderitanya 20 orang. Sedangkan yang berusia di atas 25 tahun, jumlah penderitanya sebanyak 35 orang.
“Yang membawa virus DBD itu nyamuk Aedes Aegipty. Dari kasus DBD di Merauke, tidak ada pasien yang meninggal dunia,” ujar dia.
Nevile Muskita menambahkan bahwa sebelum fogging atau pengasapan, pihaknya terlebih dahulu melakukan penyelidikan epidemiologi di sejumlah lokasi pemukiman untuk memastikan adanya indikasi nyamuk dewasa dan risiko penularan di wilayah tersebut.
“Kami mengharapkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Jentik nyamuk cepat berkembang jika kita tidak melakukan gerakan 3 M, yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, dan mendaur ulang atau mengubur barang-barang bekas yang berpotensi pengembangbiakan nyamuk,” tutupnya. (*)