Jayapura, Jubi – Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Provinsi Papua Nerius Auparay mengajak para pemangku kepentingan di Papua bersama-sama menguatkan peran dan sinergi masing-masing dalam menangani stunting di Bumi Cenderawasih. Hal itu disampaikan Auparay di Kota Jayapura, Kamis (3/8/2023).
Menurut Auparay, Pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional. Komitmen ini terlihat dari masuknya stunting ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, dengan target menurutkan prevalensi stunting dari 27,6 persen pada 2019 menjadi 14 persen tahun 2024.
“Kami optimistis tingkat prevalensi stunting di Papua 2022 – 2024 akan mengalami penurunan. Pada 2022, prevalensi stunting di angka 25,03 persen di 2022 [dapat diturunkan] menjadi 20,75 persen di 2023, dan turun 16,53 pada 2024,” ujarnya.
Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat BKKBN Papua optimis prevalensi stunting di Provinsi Papua akan berhasil. “Itu sejalan dengan telah berjalannya kebijakan dan program di setiap daerah, khususnya 9 kabupaten/kota di Provinsi Papua,” kata Auparay.
Auparay menilai saat ini Pemerintah Provinsi Papua maupun pemerintah kabupaten/kota mulai bergerak bersama dengan berbagai kebijakan dan program penanangan stunting di daerah masing-masing. Namun ia mengingatkan upaya itu membutuhkan proses dan kerja keras.
“Memang target nasional yang diberikan Presiden Jokowi harus turun menjadi 14 persen. Tentu itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, [karena] butuh kerja keras dan keseriusan para pemangku kepentingan di Papua,” ujarnya.
Auparay mengakui beberapa daerah di Provinsi Papua mengalami kenaikan prevalensi stunting. Di Kabupaten Supiori, prevalensi stunting pada 2021 berada di angka 29,5 persen, namun pada 2022 naik menjadi 40,20 persen. Di Kabupaten Mamberamo Raya, prevalensi stunting naik dari 22,50 persen pada 2021 menjadi 29,00 persen pada 2022.
“Makanya kami berharap kebijakan dan program yang dilakukan setiap pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Seperti program 1.000 hari [pertama] kehidupan, gencarkan posyandu, serta pemberian makanan tamabahan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ada banyak faktor yang meningkatkan atau menurunkan kasus stunting. “Yang harus diingat, penyebab naiknya angka tersebut disebabkan banyak hal, tidak sekedar pangan lokal tersedia. [Itu juga ditentukan] bagaimana cara pemerintah mengelola dan menjalankan program [pencegahan stunting] tersebut dengan serius,” katanya. (*)