Oksibil, Jubi – Sepanjang Agustus hingga September 2023, banyak warga di Distrik Borme, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA.
Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu) Omban, Alpanus Mitne (44 tahun) mengatakan sejak Agustus hingga September 2023 setidaknya terdapat 53 pasien ISPA. Selain itu masyarakat setempat juga sering diserang sakit malaria, cacingan, diare, hingga demam atau panas-dingin.
“Masyarakat lebih banyak sakit ISPA. Terus ada yang sakit diare, cacingan dan malaria,” kata Mitne kepada Jubi, di Kampung Omban, Distrik Borme, pada Kamis (28/9/2023).
Mitne mengatakan pasien yang menderita ISPA bervariasi, mulai dari anak-anak umur 3 tahun hingga orang dewasa 50 tahun. Mitne mengatakan pasien itu berasal dari Kampung Arina, Kampung Seban, Kampung Bolong, Kampung Bukap, Kampung Onya, Kampung Kime, Kampung Sikibur, dan Kampung Laidamban di Distrik Borme.
“Mereka berobat ke [pustu ini],” ujarnya.
Mitne mengatakan Puskesmas Pembantu Omban melayani pasien dari Senin hingga Sabtu, mulai jam 08.00 hingga jam 12.00 WP. Mitne mengatakan satu tenaga mantri dan satu tenaga perawat serta dibantu sembilan kader melayani para pasien yang berobat di Pustu Omban.
“Sakit ringan yang kami tangani sendiri sampai sembuh. Kalau sakit berat, panas tinggi, demam, atau ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke Jayapura atau Oksibil,” katanya.
Tenaga Perawat Puskesmas Borme, David Korwa mengatakan masyarakat di Distrik Borme memang banyak terserang ISPA. Ia mengatakan di Puskesmas Borme bisa melayani 40 sampai 50 pasien ISPA dalam seminggu.
“Paling banyak itu [pasien] ISPA, dan disusul [pasien] diare,” kata Korwa saat ditemui Jubi di Kampung Omban.
Korwa mengatakan banyak masyarakat menderita ISPA disebabkan menghirup asap. Hal ini dikarenakan masyarakat tinggal di dalam rumah tradisional honai atau bukam yang tidak memiliki ventilasi udara yang baik.
Warga Kampung Omban, Basini mengaku tahu bahwa kurangnya sirkulasi udara di dalam honai bisa menyebabkan ISPA. Namun, Basini mengatakan honai merupakan rumah mereka.
Selain itu, tidak semua masyarakat bisa membuat rumah beton dan beratap seng yang biasanya memiliki sirkulasi udara yang lebih baik. “Hanya yang mampu bisa buat rumah bagus,” ujarnya.
Butuh direhab
Puskesmas Pembantu Omban memiliki delapan ruangan. Sebagian plafon, dinding, dan lantai papan telah rusak serta tidak memiliki ruangan penyimpanan obat yang layak.
Obat-obat diletakan begitu saja di atas meja maupun rak lemari tanpa ditata. Terdapat hanya satu bola lampu di ruang tengah puskesmas pembantu itu yang masih berfungsi.
Alpanus Mitne mengatakan kondisi Puskesmas Pembantu Omban perlu direhabilitasi. “Kasihan masyarakat mau berobat. Kondisi puskesmas yang sudah lapuk. Butuh direhab bukan bangun ulang,” katanya.
Mitme mengatakan sejak 2021 pihaknya telah memasukan permohonan kepada Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang untuk merehabilitasi bangunan Puskesmas Pembantu Omban. Ia memperkirakan rehabilitas itu membutuhkan biaya hingga Rp800 juta. “Dong janji-janji tapi sampai sekarang belum ada realisasi,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!