Jayapura, Jubi – Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua dan Swara Akar Papua menggelar diskusi ‘Sa Bicara! Bagian 1’ dengan topik ‘Menilik Visi Misi Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2024’ di Kantor Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua Jl Bosnik BTN Kamkey, Awiyo, Abepura, Kota Jayapura, Papua pada Rabu (31/1/2024).
Diskusi yang dimoderatori Simon M Bonay dan Antonius Jeujanan itu menghadirkan empat narasumber, Kilitus Wetipo (Swara Akar Papua), Novita Opki (Aktivis Kesetaraan Gender), Dina Danomira (Papua Trada Sampah), dan Margaretha M Yarisetouw (Duta Damai Papua).
Dina Danomira yang juga aktivis masyarakat adat di Papua menyampaikan tahun ini ada 50 persen pemilih pemuda yang akan ikut berpartisipasi dalam pemilu.
“Jadi menurut saya, penting saat kitong punya suara sebagai pemuda yang nanti akan berkontribusi ke depan, kitorang harus ikut serta dalam pemilihan ini dan kalau saya mau ikut serta, saya juga harus pelajari para paslon,” ujarnya.
Danomira mengatakan yang ia dalami pada saat Debat Capres adalah isu lingkungan, masyarakat adat, pendidikan, dan beberapa lagi terutama isu HAM di Tanah Papua.
Menurtunya visi dan misi Capres masih terlalu umum. “Nomor satu, dua, dan tiga mereka punya niat, passion, aksi itu, bisa lebih kelihatan pada saat mereka debat,” katanya.
Sejauh ini, katanya, visi dan misi yang sesuai dangan harapan dan hati nuraninya adalah terkait pro lingkungan. Sebab visi dan misi terkait peraturan yang pro lingkungan membangun keadilan sosial. Apapun itu, tambahnya, pasti berhubungan dengan lingkungan dan keadilan sosial yang selama ini dirasa masih kurang sekali.
“Setelah melihat debat-debat yang ada, memang jejak rekam ketiga paslon terhadap lingkungan masih kurang, tetapi dari situ saya bisa pelajari mana paslon yang tidak saya pilih nantinya,” ujarnya.
Magareta Yarisetouw mengaku sedikit kecewa kepada salah satu paslon yang maju tidak sesuai dengan prosedur. Terkait debat ia menyorot isu keberagaman dan toleransi. Menurutnya pembahasan ketiga calon secara umum tidak begitu detail.
“Waktu itu Pak Anies Baswedan ditanya tentang rumah ibadah di Jakarta, lalu ia memberi jawaban, waktu itu ia menjawab sebagai gubernur banyak tempat ibadah yang didirikan untuk kaum minoritas,” katanya.
Seharusnya, lanjut Yarisetouw, Anies membahas bagaimana aturan-aturan, agama, suku, dan lain sebagainya di daerah di seluruh Indonesia. “Ini bisa memihak juga ke kaum minoritas atau bagaimana kaum minoritas bisa merasa nyaman di tengah-tengah kaum mayoritas,” ujarnya.
Kilitus Wetipo menangapi mengenai isu keamanan dan perdamaian. Menurutnya Papua sudah punya sejarah masa lalu yang buruk dengan pendekatan yang salah dari pemerintah pusat.
“Beberapa poin yang disampaikan pada saat debat capres ketiga mengenai pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik itu cukup menarik, yaitu kebijakan politik luar negeri Indonesia nanti yang bebas aktif,” katanya.
Bagi pemikir Hubungan Internasional, katanya, perlu dipertanyaakan apakah kebijakan bebas aktif perlu dikoreksi lagi. Kemudian pada debat ketiga juga ada poin menarik yang dibahas tentang pertahanan dan keamanan Indonesia. “Kalau pertahanan dan keamanan pasti dikuasai oleh Prabowo Subianto sebagai seorang Menteri Pertahanan dan punya banyak pengalaman di dunia militer,” katanya.
Menurut Wetipo mengenai isu keamanan di Papua, ketiga paslon memberikan tanggapan yang menarik. Prabowo manyampaikan untuk pendekatan persoalan di Papua dengan memperkuat aparat-aparat yang bertugas di Papua dan mempercepat pembangunan.
“Jadi kalau dia terpilih, dia akan kirim pasukan yang banyak di daerah otonomi baru atau DOB untuk memberantas separatis,” katanya.
Kemudian, Ganjar menyampaikan yang penting adalah solusi. Sedangkan Anies mengatakan masalah utama adalah tiadanya keadilan di Papua. Damai itu bukan meniadakan kekerasan, tapi ada keadilan sebagai prinsip utamanya.
Keadilan bagi perempuan
Novita Opki yang juga staf LBH Papua menyorot visi dan misi capres mengenai keadilan bagi perempuan. Ia mempertanyakan apakah perempuan sudah mendapatkan keadilan dan memiliki hak untuk berpolitik.
Menurutnya pada saat integrasi Papua ke Indonesia perempuan sudah mengalami kekerasan dan menjadi korban. Karena itu perempuan Papua harus melihat situasi politik yang adil bagi mereka itu seperti apa.
“Melihat visi misi dari ketiga calon yang saya ikuti itu, di situ saya melihat bahwa mereka tidak terlalu mengintervensi isu-isu yang dibahas, misalnya isu tentang perempuan dan anak di dalam beberapa kali debat saya sampai catat,” ujarnya.
Opki mengaku mencatat jumlah kata kunci tentang perempuan yang disebutkan di dalam debat capres-cawapres per 15 Januari 2024. Paslon pertama hanya menyebut sembilan kali, paslon kedua enam kali, dan paslon ketiga dua kali.
Kemudian dalam catatan visi-misi debat capres setebal 143 halaman, kata kuci perempuan pada paslon satu disebut 19 kali, paslon dua 11 kali, dan paslon tiga 5 kali.
Opki juga menangapi Cawapres Mahfud MD dalam menanggapi persoalan korupsi yang mengatakan banyak koruptor yang sekarang masuk penjara karena tuntutan istrinya.
“Kalau korupsi yang disalahkan itu istrinya, kanapa korupsi itu yang disalahkan perempuan. Kalau kita hidup dalam pandangan-pandangan di mana tidak ada keadilan bagi perempuan kita akan tetap seperti itu,” ujarnya.
Ia juga menyorot perempuan yang mendapatkan upah yang tidak adil. Menurutnya ketika berbicara tentang pembebasan gender maka juga harus berbicara tentang pembebasan kelas.
“Ketika ada investor yang datang dia akan terus menciptakan perbedaan kelas dan kita akan hidup dalam penjajahan kapitalisme,” katanya.
Kekerasan yang terjadi pada wanita di daerah konflik juga disorot opki. Dua wanita di Yahokimo yang mengalami kekerasan terjadi pada 2023 dan di Intan Jaya pada 2021. Menurutnya perempuan di daerah konflik tidak mendapatkan akses kesehatan dan keselamatan mereka sangat minim.
“Hal-hal itu seharusnya menjadi isu yang diangkat dalam debat capres dan cawapres, bagaimana gagasan keseteraan gender dituangkan, baik secara lisan maupun tulisan,” ujarnya. (*)
Discussion about this post