Jayapura, Jubi – Hingga dua pekan berlalu sejak amuk massa terjadi di sejumlah kota besar di Papua Nugini—dari Port Moresby hingga Lae—Papua Nugini belum sepenuhnya pulih dari krisis. Amuk massa itu dipicu langkah sepihak Pemerintah Papua Nugini memotong gaji polisi dan pegawai negeri.
Akademisi dari Australia, Andrew Anton Mako mengatakan disfungsi sistemik di Papua Nugini terlihat jelas dalam kerusuhan dan penjarahan yang terjadi dua pekan lalu. “Kerusuhan itu dipicu oleh protes polisi setelah pemotongan gaji mereka tanpa pemberitahuan sebelumnya,” kata Mako, sebagaimana dikutip dari Radio New Zealand.
Amuk massa dua pekan lalu menyebabkan kematian lebih dari 20 orang. Penjarahan yang terjadi secara luas menimbulkan kerugian hingga ratusan juta dolar bagi pelaku usaha di sana.
Pemerintah—yang mengumumkan keadaan darurat selama dua pekan—mengumumkan bahwa pemotongan gaji para aparatur negara itu terjadi karena ada kesalahan dalam sistem.
Mako, yang bekerja di Pusat Kebijakan Pembangunan Universitas Nasional Australia, mengatakan kerusuhan tidak akan terjadi jika sistemnya berfungsi dengan baik. Menurutnya, kerusuhan dapat dicegah jika pemerintah cepat memberitahukan informasi bahwa pemotongan gaji terjadi karena kesalahan sistem, dan kekurangan gaji itu dikembalikan pada pembayaran gaji berikutnya.
“Informasi itu bisa saja disampaikan melalui sistem, sehingga tidak hanya petugas kepolisian, tapi pegawai negeri lainnya bisa yakin bahwa ada kesalahan dalam sistem, dan kemudian mereka akan mengembalikan uang tersebut pada pembayaran berikutnya,” katanya.
“Saya pikir informasi bisa diberikan kepada petugas dengan cepat, dan protes seharusnya tidak terjadi.”tambahnya.
Mako mengatakan pemotongan gaji bukanlah peristiwa yang terjadi satu kali saja, namun merupakan gejala dari masalah besar yang dihadapi negara itu. “Pemerintah dan pengambil kebijakan benar-benar perlu mengambil pendekatan komprehensif dalam mengatasi hal tersebut,” kata Mako.
Dia mengatakan dalam pemerintahan ada banyak bidang, dan dalam satu generasi ini hanya sedikit bidang pemerintahan yang mengalami sedikit kemajuan atau reformasi. Upaya terakhir pembenahan birokrasi terjadi pada masa pemerintahan Sir Mekere Morauta 20 tahun yang lalu.
Akan tetapi, sejak itu “belum ada reformasi apa pun untuk memperbaiki tata kelola, meningkatkan keselamatan publik, efisiensi, dan sebagainya,” kata Mako. Menurutnya, jika pembenahan tata kelola pemerintahan yang dijalankan Sir Mekere Morauta berkelanjutan, krisis sebagaimana yang terjadi dua pekan lalu tidak akan terjadi.
Reformasi apa yang diperlukan
Mako mengatakan Pemerintah Papua Nugini perlu mengetahui bahwa mereka menghadapi permasalahan besar yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat. Pemerintah Papua Nugini harus menyiapkan rencana jangka panjang untuk menggulirkan reformasi.
“Ini tidak akan mudah, mereka harus benar-benar mengerjakannya selama beberapa tahun. Mereka harus membuat agenda reformasi untuk mengerjakannya selama empat atau lima tahun ke depan,” kata Mako.
Hingga saat ini, kata Mako, para politisi hanya mengatasi gejalanya saja, dibandingkan mengatasi akar masalah mendasar Papua Nugini, seperti pengangguran. Mako menyoroti tingginya tingkat kejahatan terkait erat dengan kurangnya kesempatan kerja, tingginya inflasi, dan kegagalan upah untuk mengimbanginya.
“Fokus [Pemerintah Papua Nugini] harus pada sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja. Selama sekitar satu dekade terakhir, banyak fokus yang tertuju kepada sektor sumber daya, sektor mineral, minyak bumi dan gas. Sektor tersebut adalah sebenarnya disebut sebagai sektor enklave dan mempunyai hubungan yang sangat terbatas dengan sektor ekonomi yang lebih luas. Sektor mineral tidak menciptakan banyak lapangan kerja. Banyak pekerjaan yang dilakukan oleh mesin atau pekerja berketerampilan tinggi,” kata Mako.
Dia mengatakan Pemerintah Papua Nugini harus berfokus menumbuhkan nvestasi dan pengembangan kebijakan di sektor tradisional yang menyerap banyak tenaga kerja. “Sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, kehutanan, itulah sektor yang benar-benar menciptakan lapangan kerja,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!