Jayapura, Jubi – Bahasa-bahasa asli suku Melanesia terancam punah sehingga tak heran kalau para peneliti berlomba-lomba untuk mendokumentasinya. Apalagi para penuturnya semakin berkurang dan anak-anak muda tak lagi bertutur dalam bahasa asli mereka.
Research Fellow di Australian National University, Kirsty Gillespie peneliti bahasa asli Pasifik mengatakan bahwa ada perlombaan melawan waktu untuk mendokumentasikan bahasa kreol asli di Melanesia sebelum berkembang atau punah.
Kirsty Gillespie, sedang mendokumentasikan Bislama yang merupakan variasi dari Melanesia Pidgin, Tok Pisin di Papua Nugini dan Pijin di Kepulauan Solomon,” demikian dikutip Jubi dari rnz.co.nz, Senin (26/6/2023)
Dia menambahkan ketiga bahasa ini tidak terancam punah, tetapi sedang didokumentasikan sebelum berubah dan hilang. Dr Gillespie mengatakan ada banyak kekhawatiran tentang bahasa yang terancam punah yang termasuk dalam beberapa bahasa asli.
“Masih ada bahasa dengan sedikit penutur yang belum didokumentasikan sama sekali. Ini sedikit berpacu dengan waktu untuk mencoba dan fokus pada itu,” katanya.
“Dan banyak ahli bahasa berfokus pada bahasa yang tidak terdokumentasi karena alasan itu, karena seiring waktu, akan semakin sedikit penutur bahasa tersebut,” tambahnya.
Dr Gillespie mengatakan ada sejarah menarik di balik penciptaan dan evolusi bahasa.
“Pidgin Melanesia lahir dari semacam interaksi kolonial antara penutur bahasa Inggris yang dominan, tetapi penutur bahasa Jerman dan di Vanuatu, penutur bahasa Prancis, berinteraksi dengan penduduk pulau yang berbicara bahasa lokal dan menemukan sesuatu di antaranya,” katanya.
“Begitu banyak kata mungkin berasal dari bahasa Inggris, tetapi kata-kata itu diubah sedemikian rupa agar dapat digunakan dalam bahasa Creole,” tambahnya.
“Dan struktur bahasanya sering kali lebih mencerminkan sisi bahasa lokal. Ini adalah campuran nyata dari bahasa Inggris, beberapa bahasa Jerman, beberapa bahasa Prancis, beberapa bahasa Melayu bahkan bahasa yang berbeda yang telah berinteraksi dengan negara-negara tersebut, sering kali dalam konteks ketenagakerjaan,” tambahnya.
Papua dan Papua Barat
Kekayaan budaya asli Papua Nugini (PNG) benar-benar membedakannya dari negara lain. Di antara populasi negara 10 juta orang, lebih dari 850 bahasa digunakan dan ada lebih dari 600 suku yang berbeda
Sedangkan bagian barat Pulau New Guinea yang terdiri dari lima Provinsi masing masing Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya dengan jumlah populasi sekitar 4,5 juta tercatat sebanyak 250 suku dengan sekitar 315 bahasa yang berbeda.
Menurut data dari Balai Bahasa Indonesia Provinsi Papua setidaknya ada 11 bahasa daerah di Papua yang terancam punah. Beberapa bahasa yang penuturnya sangat sedikit adalah bahasa Marori dan Kanum di Provinsi Papua Selatan. Bahasa Marori hanya digunakan warga seputar Wasur di Kabupaten Merauke, sedangkan bahasa Kanum hanya digunakan masyarakat perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini (https://papua.tribunnews.com/tag/papua-nugini) (RI-PNG).
Adapun bahasa bahasa di Papua yang terancam punah menurut Balai Bahasa Indonesia Provinsi Papua adalah bahasa Tobati, Kayo Pulau, Moi, Kuri/Nabi, Ormu, Somu, Saponi, Skouw, Bku, Mansim Borai dan Tandia. Faktor yang menyebabkan 11 bahasa daerah tersebut terancam punah, yakni ketidaksetiaan penutur terhadap bahasanya, orang tua tidak mengajarkan bahasa daerah ke anaknya, dan jumlah penuturnya yang minim. (*)