Jayapura, Jubi- Pemerintah Otonomi Bougainville atau Autonomy Bougainville Government menentang keras rencana Pemerintah Papua Nugini menggelar pemungutan suara rahasia parlemen Papua Nugini terkait kemerdekaan Bougainville.
Menteri Pelaksana Misi Kemerdekaan Bougainville, Ezekiel Masatt ingin rencana pemungutan suara rahasia parlemen Papua Nugini itu dibatalkan. “Rakyat Bougainville memberikan suaranya kepada para anggota kami untuk maju dan memperdebatkan kasus kemerdekaan di parlemen. Kami akan sangat senang melihat para anggota kami berdiri dan berdebat, serta memberikan suara mereka di depan umum, dan secara transparan daripada bersembunyi di balik pemungutan suara rahasia,” kata Masatt.
Mengenai keinginan pemerintah Papua Nugini untuk membagi pembahasan dan perdebatan kemerdekaan Bougainville dalam dua sesi parlemen, Masatt mengatakan hal itu membuka kemungkinan perdebatan berlangsung tanpa batas waktu.
“Setelah menyepakati di Wabag dan menyetujui Perjanjian Era Kone bahwa [tahun] ini akan menjadi tahun ratifikasi, dan jika kita menyetujui tidak kurang dari dua sidang, itu bisa memicu tiga sidang. Kita mungkin akan mengadakan empat sidang, kita mungkin akan mengadakan sidang sepuluh. Itu bisa melampaui tahun 2023, tahun yang disepakati sebagai tahun ratifikasi,” katanya.
Masatt meminta Port Moresby berkomitmen untuk menggunakan mediator independen untuk menyelesaikan masalah yang melanda proses ratifikasi tersebut.
Pada pertemuan JSB terakhir pada Juli, kemarahan pemerintah Bougainville meningkat karena Menteri Urusan Bougainville Papua Nugini, Manasseh Makiba mendesak pemungutan suara ratifikasi hasil referendum Bougainville dilakukan dengan mayoritas absolut. Masatt menegaskan hal itu tidak perlu dilakukan, karena ini bukan masalah konstitusional, dan dapat diputuskan berdasarkan suara mayoritas. (*)