Jayapura, Jubi- Koordinator Pusat Krisis Perempuan Fiji (FWCC), Shamima Ali, mengatakan komentar Perdana Menteri Sitiveni Rabuka tentang hak-hak perempuan hanyalah ‘retorika’ belaka.
Dalam pesannya pada Hari Perempuan Internasional, Rabuka menekankan, Pemerintahan Koalisi akan memajukan kemajuan perempuan dan anak perempuan dalam setiap aspek pembangunan di negara ini.
Saat berbicara pada peluncuran laporan ‘Latihan Pemetaan Nasional untuk Pengumpulan Pilar Daur Ulang di Fiji’ oleh Pacific Recycling Foundation, Ali mengatakan topik pembicaraan di Fiji saat ini adalah tentang kepemimpinan perempuan.
“Kita berbicara tentang kepemimpinan dan keberanian perempuan,” katanya sebagaimana dikutip jubi dari fijitimes.com.fj, Minggu (10/3/2024.
“Hari ini (kemarin), saya melihat Perdana Menteri negara ini berbicara tentang hak-hak perempuan “tambahnya.
“Saya anggap ini banyak sebagai retorika, sikap terhadap perempuan, agar perempuan merasa bahagia dengan dirinya sendiri, namun sebenarnya kami masih berjuang untuk mencapai haknya,”katanya.
“Saya tahu terkadang masalah ini tidak nyaman untuk dibicarakan,”katanya.
“Beberapa dari Anda mungkin mengikuti apa yang terjadi pada Menteri Perempuan saat ini, dan bagaimana dia diperlakukan dan difitnah serta bagaimana dia secara sistematis menjadi sasaran untuk dicopot dari peran kepemimpinannya.”tambahnya
Ali mengatakan perempuan di Fiji membutuhkan dorongan, bukannya ditundukkan.
“Kita mempunyai tingkat keterwakilan perempuan yang terendah di Parlemen.”katanya
“Jika Anda melakukan itu padanya (Nona Tabuya), apakah menurut Anda perempuan lain akan angkat tangan? “Tidak, ketika kita menginginkan kepemimpinan perempuan, kita harus memastikan bahwa kita menyediakan lingkungan yang mendukung.”tambahnya
“Karena arena bermainnya tidak seimbang sama sekali. Kita hidup di dunia yang patriarki,”katanya.
“Ada banyak diskriminasi gender, ketidaksetaraan gender, yang didukung oleh tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan.Studi prevalensi terakhir menunjukkan bahwa 64 persen perempuan di negara ini mengalami kekerasan seksual, fisik, dan emosional. Di Fiji,” tambahnya.
“Dan ketika kita berbicara tentang 44 persen perempuan di komunitas CPR, ada banyak kelompok yang lebih rentan, dan kita bisa membayangkan apa yang terjadi di sana.”katanya.(*)
Discussion about this post