Oleh: Vredigando Engelberto Namsa, OFM*
Media komunikasi sosial pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu yang asing lagi. Hal ini terutama untuk mereka yang tinggal di kota-kota.
Kehadiran media komunikasi sosial ini pada kenyataannya amat membantu orang dalam banyak hal. Komunikasi antarorang dipermudah dan banyak lagi manfaat lainnya. Melalui media komunikasi sosial banyak informasi mudah didapatkan. Begitu pula seseorang dengan mudah dapat menyebarkan berita atau pesan penting yang hendak disampaikan.
Gereja melihat komunikasi sebagai anugerah Allah dan pada tempat kedua Gereja melihat kehadiran media komunikasi sosial sebagai pelayan, untuk kebaikan pribadi dan kebaikan komunitas manusia.
Pengertian media komunikasi sosial
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula yang menyebut komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa lambang, suara, gambar, dan lain-ain) dari sumber kepada sasaran (audience) dengan menggunakan saluran tertentu.
Dengan demikian terjadi interaksi antara komunikator dan komunikan. Orang yang sedang berbicara adalah sumber (source) dari komunikasi atau dengan istilah lain disebut komunikator. Orang yang mendengarkan disebut audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-kata yang disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau channel. (bdk. Ig Wursanto, Etika Komunikasi Kantor, Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal. 31).
Kata komunikasi merupakan unsur serapan dari bahasa Inggris communication yang secara etimologis berasal dari kata latin communicatio (communis) yang berarti memiliki makna yang sama. Dengan demikian saat terjadi komunikasi seharusnya terjadi kesamaan makna tentang apa yang sedang dibicarakan. Komunikasi ialah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan dengan seseorang, ketika kita berusaha berbagi informasi, idea atau sikap. (Red. Ig Wursanto, hal 32).
Media komunikasi sosial adalah anugerah Allah
Ketika Gereja secara resmi berbicara dalam ajarannya tentang media komunikasi, Gereja melihatnya sebagai hal yang istimewa. Media komunikasi yang ditemukan merupakan hal yang mengagumkan. Gereja melihat bahwa semua ini bukan merupakan hasil manusia semata, tetapi lebih dari itu karena perkenanan Allah. Allah memungkinkan manusia dengan kemampuan yang dimiliki mampu menciptakan media komunikasi sosial yang ada (IM art. 1).
Dengan ini, jelas bagi Gereja bahwa di luar aspek negatif yang ada karena penggunaan media komunikasi sosial ini, Gereja memandang kehadiran media komunikasi sebagai hal yang amat positif. Bagi Gereja sarana komunikasi ini adalah anugerah-anugerah dari Allah. Media ini ada sesuai dengan penyelenggaraan ilahi yang bertujuan menyatukan umat manusia dalam karya penyelamatanNya (CP art. 2).
Sejalan dengan pemahaman Inter Mirifica dan Communio et Progressio, dokumen komisi kepausan tentang etika dalam iklan juga menyatakan hal yang sama. Dokumen ini menegaskan bahwa media komunikasi adalah hal yang pada dirinya positif, “karunia Allah” yang sesuai dengan rencana ilahiNya, untuk mempersatukan umat manusia dan “membantu mereka untuk bekerjasama dengan rencanaNya untuk menyelamatkan mereka.”
Jadi di mata Gereja, media komunikasi sosial adalah hal yang positif. Ia merupakan karunia Allah bagi manusia.
Diharapkan bahwa sarana yang adalah anugerah Allah ini dipergunakan dengan baik oleh manusia, sehingga melalui sarana ini, manusia dapat bekerja sama dengan Allah demi menyelamatkan umat manusia.
Pandangan Gereja yang amat positif tentang media komunikasi ini berakibat pada penekanan dalam penggunaannya. Hal ini sebagaimana terungkap dalam nasihat apostolik paus Paulus VI, Evangelii Nuntiandi yang menyatakan bahwa Gereja akan merasa bersalah jika tidak memanfaatkan sarana-sarana yang ampuh ini, yang dari hari ke hari semakin dikembangkan dan disempurnakan oleh kepandaian manusia (EN, 45). Pernyataan ini menegaskan akan pentingnya Gereja menggunakan sarana ini dalam karya misinya. Dalam hal ini, Gereja tidak tahu bersyukur kalau tidak menggunakan media komunikasi ini sebagai tempat mewartakan Injil demi keselamatan semua orang.
Media komunikasi sosial adalah pelayan pribadi-pribadi dan kesejahteraan umum
Inter Mirifica menegaskan bahwa masyarakat berhak atas informasi tentang apa saja yang menyangkut kepentingan, baik perorangan, maupun masyarakat itu secara keseluruhan, sesuai dengan situasi masing-masing dan hendaknya komunikasi itu mengindahkan sepenuhnya hukum-hukum moral, hak-hak manusia yang semestinya serta martabat pribadinya, sebab tidak setiap pengetahuan itu berguna, “tetapi cinta kasih membangun” (1Kor 8:1) (IM, art. 5).
Gereja meminta semua penyelengara media komunikasi sosial untuk berkewajiban dalam penyelenggaraannya membantu menciptakan kesejahteraan umum dengan memperhatikan tatanan moral yang berlaku (IM, art. 11). Gereja juga meminta perhatian pemerintah untuk menjaga penyelengaraan media komunikasi agar penyiarannya diperuntukkan demi kesejahteraan umum, sebagaimana tujuan media itu sendiri (IM, art. 12). Selain itu turut campurnya pemerintah diharapkan agar menjamin penghormatan kepada pribadi dan kebaikan bersama (CP, art. 84).
Dengan adanya media komunikasi sosial, Gereja melihat dalam dirinya sebagai sarana yang mempermudah solidaritas antarmanusia dalam berusaha memperjuangkan kesejahteraan bersama bangsa manusia (CP, art. 6). Oleh karena itu, Gereja menegaskan bahwa berita-berita, siaran-siaran budaya, dan hiburan harus berguna untuk hidup dan kemajuan masyarakat (CP, art.16). Selain itu, Gereja mengingatkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengkomunikasikan pikirannya namun harus selalu menjaga batas-batas kepantasan, moralitas dan kesejahteraan umum dihormati (CP, art.26).
Telah dijelaskan di atas sehubungan dengan media komunikasi sosial dengan martabat pribadi dan kesejahteraan umum. Pada paragraf ini hendak dinyatakan lagi secara khusus hubungan itu. Dokumen yang dikeluarkan oleh Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, “Etika dalam Internet” menyatakan secara demikian: “Seperti halnya dengan sarana komunikasi sosial lainnya, pribadi dan komunitas masyarakatlah yang merupakan unsur utama untuk penilaian etis terhadap internet. Sehubungan dengan pesan yang disampaikan, proses komunikasi, isu-isu struktural dan sistemik dalam komunikasi, “prinsip etis mendasar adalah sebagai berikut: pribadi manusia dan komunitas manusia merupakan tujuan dan ukuran dari penggunaan media komunikasi sosial. Komunikasi hendaknya dilakukan oleh pribadi-pribadi kepada pribadi-pribadi demi keutuhan perkembangan pribadi’’.
Menjelaskan apa yang ditegaskan dalam kutipan di atas, dalam dokumen lain yang dikeluarkan oleh Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, “Etika dalam Komunikasi Sosial” melihat dua kriteria yang dinyatakan di atas sebagai panggilan dari media komunikasi sosial. Artinya media komunikasi sosial dipanggil untuk melayani dua hal itu. Dan menarik bahwa apa yang dinyatakan ini bukanlah hal baru. Gereja selalu mengajarkan hal ini terkait media komunikasi sosial.
Dokumen ini menyatakan demikian:
Mengikuti konstitusi pastoral tentang Gereja di dunia kontemporer, Gaudium et spes. Instruksi pastoral tentang Komunikasi Sosial Communio et Progressio menjelaskan bahwa sarana komunikasi sosial dipanggil untuk melayani martabat manusia dengan membantu orang untuk hidup dengan baik dan aktif dalam komunitas. Mereka melakukan ini dengan mendorong pria dan wanita untuk menyadari martabat mereka, untuk masuk ke dalam pikiran dan perasaan orang lain, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama dan tumbuh dalam kebebasan pribadi, dalam menghormati kebebasan orang lain dan dalam kemampuan untuk berdialog. Komunikasi sosial memiliki kekuatan besar untuk mempromosikan dan mewujudkan kebahagiaan manusia.
Dengan ulasan di atas, amat jelas bahwa Gereja amat menekankan pentingnya media komunikasi sosial bagi pribadi manusia dan kebaikan komunitas manusia.
Sementara itu, Yohanes Paulus II menyatakan bahwa dalam media komunikasi, Gereja menemukan bantuan berharga untuk menyebarluaskan Injil dan nilai-nilai keagamaan, untuk memajukan dialog, kerja sama ekumenis dan antaragama, dan juga untuk membela prinsip-prinsip kokoh yang harus ada untuk membangun suatu masyarakat yang menghargai martabat pribadi manusia dan memiliki perhatian terhadap kebaikan bersama.
Dari rumusan ini, apa yang hendak ditekankan juga sama yaitu tentang kebaikan pribadi dan kebaikan komunitas manusia atau kebaikan bersama. Pewartaan Injil memiliki akibat yang sama, yaitu demi kebaikan pribadi dan kebaikan komunitas manusia. (*)
* Penulis adalah rohaniwan dan biarawan Fransiskan Papua