Jayapura, Jubi – KTT Pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) yang diusulkan untuk diselenggarakan dari 17 Juli hingga 21 Juli harus ditunda. Namun kapan pastinya belum bisa dikonfirmasi.
Hal itu dibenarkan oleh Menteri Luar Negeri dan Wakil Perdana Menteri (DPM), Jotham Napat. Dia mengatakan Pertemuan Menteri Luar Negeri MSG bulan lalu mengusulkan tanggal ini sambil menunggu konfirmasi dari masing-masing negara anggota. Napat mengatakan mereka telah menerima konfirmasi dari pemerintah Kepulauan Solomon bahwa tanggal 17-21 Juli akan bentrok dengan Sidang Parlemen mereka, oleh karena itu pertemuan harus dijadwal ulang.
“Perdana Menteri Vanuatu sebagai Ketua MSG akan menyurati para anggota untuk menjadwal ulang pertemuan pada tanggal lain. Agar setiap pemimpin bisa hasir untuk menyelesaikan masalah mereka,” kata Napat, dikutip Daily Post.
“Bagi Vanuatu, Juli sudah penuh dengan kegiatan. Presiden Prancis akan segera tiba. Kami sedang mempertimbangkan untuk mengatur pertemuan pada bulan Agustus.” lanjutnya.
Mengenai apakah pengesahan United Liberation Movement for West Papua (UMLWP) sebagai anggota penuh MSG akan menjadi agenda dalam Leaders Meeting kali ini, Napat menjawab hal tersebut tidak dibahas dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri MSG.
Rapat Menlu hanya membahas anggaran dan persetujuannya, namun pengajuan UMLWP menjadi anggota penuh akan dibahas secara retret oleh Perdana Menteri MSG sebelum diadopsi. Vanuatu sangat mendukung agenda ini.
Napat dan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi telah membahas kemungkinan Vanuatu membuka kedutaan di Indonesia selama kunjungannya ke Indonesia bulan lalu.
Napat mengakui dia memberi tahu Retno Marsudi tentang dorongan Vanuatu agar West Papua menjadi bagian dari MSG.
“Indonesia sudah sangat blak-blakan soal ini. Mereka menganggap Papua Barat sebagai bagian dari mereka dan mereka mengatakan kepada kami bahwa kami (Vanuatu) merusak kedaulatan mereka,” kata Napat.
Namun itu tidak menghentikan Vanuatu untuk terus mendorong agenda West Papua di MSG untuk diputuskan oleh MSG. Menurut Napat, ini adalah masalah sensitif yang perlu disepakati oleh semua pemimpin. Setiap keputusan harus diambil secara musyawarah, akan sangat sulit jika sebagian pimpinan enggan mendukung agenda tersebut.
Indonesia telah memberikan beasiswa bagi warga Papua Nugini dan Fiji untuk belajar di luar negeri. Ditanya apakah bantuan semacam itu dapat membahayakan dorongan Vanuatu untuk Papua Barat, Menteri Napat mengatakan Vanuatu adalah negara berdaulat dan harus memutuskan nasib dan masa depannya sendiri.
“Begitu juga PNG, punya hak berdaulat sendiri. Vanuatu harus menemukan apa yang menjadi minat kami, apakah kami terus mengejar ide tersebut atau kami memutuskan jalan yang berbeda tetapi terus mendukung,” ungkap Napat.
“Anda harus duduk di meja bundar bersama mereka dan berbicara agar mereka dapat mendengar Anda. Sangat menarik bagi Vanuatu untuk mengejar masalah ini, tetapi ketika menyangkut MSG, itu adalah keputusan bersama,” lanjutnya. (*)