Jayapura, Jubi – Masyarakat suku Moi di 6 distrik yakni Distrik Klaiyli, Distrik Maudus, Distrik Wemak, Distrik Sayosa, Distrik Sayosa Timur, dan Distrik Salkma menolak dengan tegas kehadiran PT Hutan Hijau Papua Barat di Kabupaten Sorong, dan meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk segera mencabut izin perusahaan itu.
Ayu Paa, pemuda adat Distrik Kalaso menegaskan kehadiran PT Hutan Hijau Papua Barat (HHPB) di wilayah adat merupakan ancaman serius terhadap kehidupan sosial masyarakat dan akan berdampak pada hilangnya hutan, spesies, dan habitat, serta sumber kehidupan masyarakat adat.
“Kami menolak PT. HHPB yang akan melakukan deforestasi hutan di wilayah adat kami karena akan berdampak pada hilangnya lahan hutan dan pemanasan global pada lingkungan, kehidupan sosial, dan keberlanjutan makhluk hidup,” kata Paa melalui rilis tertulis kepada Jubi di Kota Jayapura, Selasa (18/7/2023).
Menurut Paa, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sorong Nomor 10 Tahun 2017 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Moi di Kabupaten Sorong, Bab IX Pasal 17 ayat 1 hingga 4, dengan tegas menjelasakan masyarakat hukum adat Moi berhak untuk menentukan pembangunan mereka sesuai dengan budaya masyarakat hukum adat Moi.
“Kalau perusahaan itu dibiarkan, kami masyarakat adat sub suku Moi yang berada di enam distrik akan kehilangan mata pencaharian dan sumber pangan lokal, karena hutan merupakan sumber penghidupan bagi kami. Maka itu dengan tegas kami menolak kehadiran perusahaan di atas tanah adat kami,” tegasnya.
Hal yang sama disampaikan Abraham Tijele, pemuda adat dari Distrik Salkam. Ia mengatakan penolakan PT HHPB karena masyarakat belajar dari pengalaman masuknya PT Intimpura dan PT Manca Raya yang bukannya mensejahterakan masyarakat adat, tapi kehadiran dua perusahaan itu justru menghancurkan hutan adat masyarakat.
“Kami masyarakat hukum adat Suku Moi sudah punya bukti kehadiran perusahaan HPH dan perkebunan kelapa sawit yang merusak hutan, dan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat adat Moi,” kata Tijele.
Sementara, Yordan Malamuk, pemuda adat Moi, menyampaikan bentuk penolakan masyarakat sudah disampaikan langsung dalam rapat dengar pendapat bersama PT HHPB dan dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan di gedung serba guna Drei Kinder Jl. Sungai Maruni Km 10, Kota Sorong, pada Senin (17/7/2023).
Berikut pernyataan sikap Suku Moi di enam distrik:
Kami masyarakat adat yang bertanda tangan dibawah ini adalah tuan dusun, pemilik tanah, dan hutan adat. Kami masyarakat adat sub Suku Moi yang berada di Ditrik Klaiyli, Distrik Maudus, Distrik Wemak, Distrik Sayosa, Distrik Sayosa Timur, dan Distrik Salkma.
Sebagai pemilik hak ulayat menolak rencana perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat untuk beroperasi di wilayah adat kami, dengan ini menyatakan Kami menolak PT. Hutan Hijau Papua Barat (PT. HHPB) yang rencana akan beroperasi di tanah adat kami Sub Suku Besar Moi yang berada di Ditrik Klaiyli, Distrik Maudus, Distrik Wemak, Distrik Sayosa, Distrik Sayosa Timur, dan Distrik Salkma.
Kami mendesak pemerintah daerah dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT. Hutan Hijau Papua Barat, seluas ± 92.148 Ha di wilayah adat kami.
Kami masyarakat adat di Sub Suku Besar Moi yang berada di Ditrik Klaiyli, Distrik Maudus, Distrik Wemak, Distrik Sayosa, Distrik Sayosa Timur, dan Distrik Salkma menolak dengan tegas rencana pembahasan Dokumen AMDAL oleh PT. Hutan Hijau Papua Barat.
Kami menolak Surat Arahan Dokumen Lingkungan Hidup dari Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kegiatan dan Usaha, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor : s.40/PDLUK/P2T/TLA4/1/2023, karena dianggap bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik. Ketika Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Kabupaten Sorong tidak menanggapi pernyataan sikap kami maka kami akan melakukan pamalangan mogok kerja di semua instasi pemerintahan yang ada di tanah adat kami, tanah Malamoi. (*)