Manokwari,Jubi-Kuasa hukum delapan tersangka dugaan pemalsuan dokumen dalam penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara atau CASN Papua Barat pengangkatan tahun 2020, menilai kasus yang dihadapi kliennya merupakan ranah administrasi yang harus diselesaikan secara internal di lingkungan Pemerintah Papua Barat.
“Kami sebagai kuasa hukum delapan orang honorer atau yang sedang secara resmi diangkat sebagai CASN melalui Surat Keputusan Gubernur Papua Barat, memandang permasalahan hukum yang dialami klien kami adalah murni permasalahan internal Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat yang bersifat administrasi,” kata Simon Benundi SH, Senin malam (17/7/2023).
Namun, kata Simon kemudian itu ditafsir secara meluas sebagai kasus pidana pemalsuan dokumen.Padahal kasus itu menurutnya bersifat administratif.
Saat ini kasus tersebut tengah ditangani BKD dan Inspektorat sejak tahun 2021 lalu, pasca keluarnya SK pengangkatan CASN tahun 2020.
Jika benar ada kesalahan yang bersifat maladministrasi terhadap 1.283 honorer, maka Pemprov melalui OPD terkait tentu berwenang melakukan pembetulan administrasi. Bukan penyelesaian pidana
“Permasalahan yang cukup lama sejak tahun 2009, terkait nasib 1.283 honorer. Namun pemerintah Provinsi Papua Barat sendiri telah terlibat menyelesaikan permasalahan ini hingga hampir selesai,” Simon
Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS telah menyelesaikan permasalahan ini dengan mengangkat honorer menjadi ASN dalam dua kategori yaitu CASN sebanyak 771 orang dan PPPK sebanyak 512 sejak tahun 2020 lalu.
“Para honorer yang akan diangkat menjadi CPNS (CASN) sebanyak 771 telah melalui pemberkasan. Begitu pun honorer yang siap diangkat melalui PPPK telah melalui proses validasi dan juga termasuk proses peningkatan kompetensi melalui jenjang pendidikan formal,” ujarnya.
Dia menyebut, gubernur sendiri tengah menginisiasi upaya peningkatan kompetensi pada Mei 2023, lalu pihak BKD telah memulai pelaksanaan simulasi CAT atau Computer Assisted Test kepada 439 calon pegawai PPPK.
Di tengah berlangsungnya proses pengangkatan honorer tersebut menjadi ASN, terjadi kekeliruan dan kecurigaan penggunaan dokumen palsu. Itu menyebabkan sesama honorer saling tidak harmonis.
“Apalagi permasalahan ini kemudian telah menimbulkan banyak kerugian materi dari pemerintah Provinsi Papua Barat, akibat berbagai aksi demonstrasi, aksi pemalangan kantor, perusakan bahkan pengancaman dan penghinaan terhadap pejabat di lingkungan Provinsi Papua Barat,” katanya.
Kata Simon, faktanya itu kemudian jadi persoalan antar sesama putra dan putri daerah yang seharusnya bisa bekerja dan menjadi tuan di atas negeri sendiri, berdasarkan semangat Undang-Undang Otonomi Khusus, “Sebab 90 persen honorer ini sendiri orang asli Papua,”katanya.
“Kami melihat, upaya di luar prosedur administrasi Pemerintah Provinsi Papua Barat secara khusus pidana untuk menyelesaikan permasalahan ini justru rancu berpotensi mengganggu sistem penyelenggaraan pemerintahan,” .
Dia menilai hal ini terkesan dibiarkan, padahal justru tidak demikian. Persoalan honorer yang berjumlah 1.283 orang ini adalah memiliki sejarah cukup panjang sejak era pemerintahan mantan Gubernur Almarhum Abraham O. Atururi, tetapi dapat terselesaikan tahap demi tahap, sampai mereka diangkat dari honorer menjadi ASN ke dalam dua kategori yaitu CASN dan PPPK.
Proses itu pun menurutnya melibatkan pihak kementerian. Karena permasalahan yang sama juga dialami daerah lain di seluruh Indonesia.
Kata Simon, kendati dapat diselesaikan secara baik, permasalahan itu sesungguhnya dapat menjadi warisan bagi Penjabat Gubernur Papua Barat saat ini, “Kami berpandangan, segudang pengalaman yang dimiliki Bapak Gubernur, tentu bapak dapat mempertimbangkan secara bijak untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui mekanisme internal administrasi,” ujarnya
Menurutnya, permasalahan honorer ini perlu dipertimbangkan secara berkeadilan, juga berkemanusiaan
“Karena melibatkan 90 persen CASN dan PPPK yang merupakan putra dan putri daerah yang mengabdi di lingkup pemerintahan Provinsi Papua Barat, sehingga klien kami (terlapor) atau pun pihak pelapor tentu mereka bisa didudukan secara bersama, dilakukan dialog, menemukan solusi sehingga penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan,” katanya
Polisi sudah menetapkan delapan tersangka pemalsuan dokumen. Polisi mengisyaratkan, akan ada tersangka lain. Proses hukum masih terus berlangsung di Direktorat Kriminal Umum Polda Papua Barat.
“Kita telah mengirim penyidik ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk melakukan pemeriksaan, selain tersangka pasif (delapan orang) akan ada tersangka aktif,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Barat, Kombes Pol Novi Jaya saat dikonfirmasi terpisah.(*)