Jayapura, Jubi – Lembaga Kajian Demokrasi dan Aktivisme Masyarakat Sipil Public Virtue Research Institute (PVRI) meminta polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan suap Bupati Merauke dalam kebijakan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua.
Dalam siaran pers, PVRI yang diterima Jubi Kamis (14/07/2022) malam, peneliti PVRI Mohamad Hikari Ersada mengatakan permintaan itu berdasar atas ucapan Bupati Merauke Romanus Mbaraka dalam sebuah pidato saat pawai bersama ucapan syukur penetapan DOB Provinsi Papua Selatan di Merauke, Senin (11/07/2022).
Kata peneliti PVRI itu, dalam video pernyataan Romanus Mbaraka yang beredar, ia dengan jelas menyebutkan beberapa nama anggota DPR RI, dan adanya indikasi suap dalam skema perubahan UU Otsus Papua, guna memuluskan langkah pembentukan DOB.
“Kami meminta aparat hukum, mendalami peryataan publik yang dilontarkan oleh Bupati Merauke Romanus Mbraka,” kata Mohamad Hikari Ersada.
Menurutnya, dugaan suap yang diberikan kepada anggota DPR RI dalam rangka merevisi UU Otsus adalah cara-cara, yang akan akan membuat Papua hancur.
“Romanus sepertinya ingin mengatakan, ia telah menyuap anggota DPR RI agar mengubah pasal dalam undang-undang ini. Ini pelanggaran hukum yang berat,” ucapnya.
Ketua Dewan Pengurus Public Virtue (PVRI), Usman Hamid menyesalkan adanya dugaan suap dan kejanggalan lainnya. Sebab, itu merampas hak partisipasi orang asli Papua.
Katanya, dalam video yang beredar luas di media sosial itu, Romanus Mbaraka bersama DPR RI, jelas secara janggal berupaya merevisi UU Otsus, Papua sehingga menyerahkan kendali kekuasaan ke Jakarta.
“Ini menegaskan adanya praktik pengelolaan kekuasaan yang sentralistik, dan dengan sengaja meminggirkan aspirasi representasi kultural orang asli Papua,” kata Usman Hamid.
Menurutnya, video ini juga menunjukkan bagaimana peminggiran suara terhadap Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, hingga akar rumput di Papua terjadi secara terstruktur.
Usman Hamid mengatakan, video itu juga membenarkan bahwa kebijakan pemekaran yang terjadi beberapa waktu ke belakang, hanya menjadi keinginan elite politik yang kenal praktik KKN.
“Itu merusak agenda reformasi, desentralisasi dan Otonomi Khusus,” ucapnya.
Dalam video yang beredar itu Romanus mengklaim telah memberikan sejumlah uang dengan nilai besar kepada beberapa pihak di DPR RI, guna menciptakan skema perubahan Otsus dan penarikan kewenangan ke pemerintah pusat, untuk meloloskan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru.
Ia juga menyebutkan beberapa nama anggota DPR RI Seperti Yan Permenas Mandenas dari Partai Gerakan Indonesia Raya – Gerindra dan Komarudin Watubun dari PDI-Perjuangan.
Romanus juga mengatakan bahwa jika ia menyebutkan angka dari biaya bayaran tersebut, pasti akan ditangkap oleh KPK.
Video itupun memunculkan dugaan adanya jual beli pasal saat revisi Undang-Undang UU Otsus Papua menjadi perbincangan publik.
Anggota DPR RI daerah pemilihan Papua, Yan Permenas Mandenas yang namanya disebut, meminta Romanus Mbaraka memperjelas siapa pihak yang dibayar.
“Jangan menjatuhkan orang lain. Pernyataannya itu, justru menjadi blunder untuk dirinya sendiri,” kata Yan Mandenas saat menghubungi Jubi.
Katanya revisi UU Otsus Papua merupakan agenda pemerintah sejak beberapa tahun lalu, seiring akan berakhirnya dana Otsus bagi Papua.
Revisi UU berdasarkan evaluasi pelaksanaan Otsus Papua selama ini, demi kepentingan semua orang Papua. Selama proses revisi, DPR RI tidak bisa diintervensi siapapun.
Selama pembahasan revisi Undang-Undang Otsus dan pemekaran, para bupati-bupati di Papua ini tidak ada yang menghubungi pihaknya. Apalagi sampai mau bayar.
“Para bupati ini hanya tinggal menikmati pemekaran,” ucapnya.
Anggota Komisi II DPR RI itu, meminta Romanus Mbaraka mengklarifikasi pernyataannya dan menjelaskan kepada publik.
Sebab revisi UU Otsus Papua dan RUU pembentukan DOB menjadi UU, merupakan pertanggungjawaban terhadap rakyat Papua.
“Kami tidak pernah menerima apapun dari beliau. Kami berjuang untuk kepentingan Papua, bukan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan tertentu,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Merauke, Romanus Mbaraka mengklarifikasi pernyataannya dalam video tersebut, Kamis (14/07/2022) sore.
Secara pribadi dan atas nama Pemkab Merauke, ia meminta maaf kepada Komaruddin Watubun dan Yan P Mandenas, yang namanya disebut.
“Yang saya maksudkan dalam sambutan saya, perjuangan ini memerlukan banyak tekad. Bahkan air mata dan jiwa kita sebagian sudah melayang, juga biayanya tidak sedikit. Itu yang saya maksudkan,” kata Romanus Mbaraka.
Katanya, biaya yang dikeluarkan selama memperjuangkan pembentuk DOB Provinsi Papua Selatan, tidak sedikit. Sebab mesti menghimpun masyarakat. Membawa mereka ke Jayapura, hingga ke Komisi II DPR RI.
“Biaya cukup besar kami keluarkan. Itu biayanya tidak sedikit. Kalau kemudian video saya dipenggal-penggal, lalu dinyatakan kami menyuap DPR, itu sama sekali kami tidak lakukan,” ujarnya.
Mbaraka meminta apabila ada pihak yang manfaatkan momen politik, agar jangan sampai situasi itu membuat perpecahan
“Saya mohon, ini jangan dipelintir. Jangan diplesetkan. Kami tidak melakukan suap 1 rupiah pun kepada anggota DPR RI. Itu bisa dibuktikan. Kami minta maaf kalau ada yang tersinggung,” kata Romanus Mbaraka. (*)
Discussion about this post