Jayapura, Jubi – Kampung Enggros yang berada di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, berada di kawasan Taman Alam Teluk Youtefa. Setiap hari kampung yang berada di kawasan teluk ini selalu mendapat kiriman sampah dari Kota Jayapura.
Sampah yang mencemari laut berdampak kepada mata pencaharian warga Kampung Enggros yang umumnya nelayan. Selain itu, sampah yang terdampar ke pantai berdampak kepada kesehatan warga.
Kepala Urusan Pemerintahan Kampung Enggros Aser Sembra mengatakan sakit yang sering dialami masyarakat Kampung Enggros selain malaria adalah gatal-gatal pada pada kulit.
“Karena air laut yang tercemar menyebabkan penyakit kulit atau gatal-gatal, itu yang sering terjadi. Anak-anak paling rentan, selain juga orang dewasa,” katanya kepada Jubi, Senin (20/01/2025).
Menurut Sembra, laut di Kampung Enggros terlihat bersih, tapi sebenarnya sudah tercemar. Jika hujan turun sampah yang umumnya plastik menutupi laut hingga ke ‘hutan perempuan’ (hutan mangrove).
“Selain itu, nelayan juga sulit mendapatkan ikan saat melaut, perbedaannya sekarang dengan dulu, dulu laut bersih mencari ikan dekat saja dapat, tapi sekarang harus agak jauh ke tengah,” ujarnya.

Untuk laut, kata Sembra, tidak lagi bisa digunakan. “Mau buang jaring saja tidak biasa, mama-mama mau cari kerang juga tida bisa karena airnya sudah cokelat dan sampahnya banyak,” katanya.
Menurutnya sampah yang ada di perairan kawasan Kampung Enggros terbawa arus dari Abe, pembuangan dari Pasar Youtefa, dan dihanyutkan kali di Entrop.
“Pas hujan lebat semua aktivitas masyarakat lumpuh karena tidak bisa ke laut. Laut penuh dengan sampah plastik,” ujarnya.
Enggros i termasuk kampung yang ‘menadah’ sampah-sampah dari Kota Jayapura. Di hutan bakau (mangrove) akar-akar bakau sudah tidak kelihatan lagi karena sampah memenuhi akar-akar tersebut. Padahal hutan bakau itu menjadi tempat perkembangbiakan ikan. Akibatnya ikan tidak bisa lagi berkembangbiak di sana.
“Sampah ini menjadi masalah besar yang dihadapi masyarakat di Kampung Enggros, dampaknya mengganggu kesehatan, makanya kalau mandi badan suka gatal-gatal. Selain itu pengaruhnya juga kepada ekonomi masyarakat, karena mata pencarian masyarakat ada di laut,” katanya.
Ajakan Pemerintah Kampung Enggros kepada warganya agar menjaga lingkungan sekitar tidak begitu efektif mengatasi persoalan sampah.
“Kalau di kampung sini buang sampah pada tempatnya, tapi di kota sana tidak ada kesadaran untuk membuang sampah dengan baik, sama saja, sebab sampah yang datang dari luar sana lebih banyak,” ujarnya.
Pelayanan kesehatan
Aser Sembra menjelaskan untuk fasilitas pelayanan kesehatan, tahun kemarin ada seorang bidan yang bertugas dan tinggal di Kampung Enggros, namun tahun ini tidak lagi. Sekarang bidan tersebut datang setiap pelayanan posyandu.

“Untuk sekarang posyandu tutup karena bidannya belum ada sejak akhir 2024. Kalau terjadi keadaan darurat biasa dibawa ke Rumah Sakit Angkatan laut karena Kampung Enggros menjadi desa binaan angkatan laut,” ujarnya.
Sekali sebulan petugas dari Puskesmas Abepantai datang untuk pengobatan. Rumah Sakit Angkatan Laut juga sering melakukan pelayanan kesehatan di sana.
Markus Hanasbey, warga Kampung Enggros mengatakan posyandu di Enggros biasanya buka sekali seminggu.Tenaga perawat dari Puskesmas Abepantai datang ke Enggros membuka pelayanan.
“Kadang sampai tiga bulan sekali, malah enam bulan sekali mereka datang ke sini, petugas kesehatan tidak tinggal hanya datang habis itu balik lagi, satu minggu misalnya dua kali kadang satu kali,” katanya
Hanassbey melihat penyakit yang sering dialami masyarakat Kampung Enggros batuk-pilek, malaria, dan gatal-gatal pada kulit.
“Malaria saat ini sedikit meningkat tapi tidak terlalu banyak. Yang paling sering dialami masyarakat pada umumnya, baik orang besar maupun anak kecil adalah gatal-gatal pada kulit. Ini sering terjadi akhir-akhir ini kalau dibandingkan dengan dulu tidak seperti sekarang,” ujarnya.
Hanassbey tidak tahu penyebab gatal-gatal tersebut, namun ia menduga akibat tercemarnya air laut.
Sampah di Enggros, kata Hanassbey, biasanya dibawa melalui Kali Acai dan Grenese. Sampah dari Pasar Youtefa turun ke laut dan hanyut ke perairan Enggros.
“Drainase yang dulu tujuannya untuk kasih kering area hutan sagu yang ada di Pasar Youtefa sampai Kota Raja karena di area situ rawa, lalu sengaja dibuka supaya rawanya kering sehingga air itu keluar ke laut dan sekarang sampah sangat banyak menumpuk di situ sehingga hujan banjir bawa ke laut dan masyarakat yang tinggal di pulau kena dampaknya,” katanya.
Dulu, kata Hanassbey, ketika mandi di laut bebas saja, tapi sekarang tidak bebass lagi karena laut sudah tercemar dan menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Gatal itu kalau digaruk tambah menyebar ke seluruh tubuh. Menurutnya Itu terjadi sekitar empat tahun terakhir atau lebih lama.
“Sudah sering dari anak kecil sampai orang dewasa, pokoknya kalau sudah gatal itu akan betul-betul gatal. Kemungkinan karena kontaminasi dari air laut. Bukan itu saja, nelayan mau melaut saja agak susah sekarang karena sampah plastik banyak, ikan juga ikut tercemar,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!