Sentani, Jubi – Mama-mama Papua terpaksa harus berjualan di trotoar areal parkiran pasca terbakarnya Pasar Pharaa Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Senin 2 Desember 2024 lalu. Mereka mengeluh dagangan sayur mayur, buah-buahan, umbi-umbian dan bahan pokok lainnya sering terkena panas dan hujan secara langsung karena tidak ada perlindungan.
Pantauan Jubi pada Selasa siang (7/1/2025) terlihat Mama-mama Papua berjualan di areal parkiran, dengan berbagai macam dagangan yang digelar seperti sayur kankung, daun ubi, daun singkong yang sebagian terlibat layu dan agak mengering. Ada juga dagangan buah-buahan seperti pisang, nanas, rambutan, jeruk, pinang, jagung, timun dan sebagainya. Umbi-umbian seperti ubi jalar, singkong, keladi atau talas, serta bahan pokoknya lainnya seperti tomat, rica, bawang, derta daun sereh.
Untuk melindungi dagangannya dari terik matahari dan hujan, sebagian Mama-mama menggunakan payung sembari menjaga dan menunggu pembeli, namun sebagian tidak menggunakan payung. Mereka bertahan duduk menjaga jualan meski panas matahari menghantamnya.
Ditempat itu juga sebagian pedagang sembako dan pakaian membangun ruko-ruko mini di pinggir parkiran sehingga terlihat makin menyesakkan. Apalagi sampah juga bertumpukan di dekat tempat Mama-mama Papua berjualan.
Salah seorang pedagang, Mama Daigwe Wonda mengatakan sebelumnya ia memiliki tempat jualan di Pasar sebelum terbakar. Kini ia terpaksa berjualan di trotoar beralaskan karpet sambil menahan panas dan hujan. Ia mengaku dirinya tidak bisa tinggal diam tanpa berjualan karena kebutuhan anak-anak sekolah yang juga menutut, termasuk kebutuhan rumah dan keperluan lainnya.

“Mama punya anak-anak sekolah banyak, mereka sekolah lagi, butuh biaya lagi jadi mama harus tetap jualan. Mama ini sekarang janda jadi semua kebutuhan rumah itu saya yang usaha untuk makan dan minum dirumah,” kata Mama Daigwe Wonda.
Mama Wonda mengeluhkan dagangan yang seringkali tidak laku sejak jualan di areal parkiran itu. Ia menahan hujan, duduk menunggu pembeli datang. Seringkali ia terpaksa pulang dengan tangan kosong karena tidak ada pembeli.
Ia berharap Pasar Pharaa Sentani segera dibangun kembali agar dirinya bisa berjualan lagi dan mendapat tempat yang aman.
“Tolong bangun kembali ka yang sudah terbakar ini, karena kita taruh jualan di luar ini kena panas, jualan tralaku lagi, baru bawa kembali lagi ke rumah, jadi kita setengah mati sekali. Tempat ini kecil jadi ibu-ibu lain yang duluan datang itu miliki tempat, jadi kita yang lain dari belakang tidak dapat tempat. Jadi kita jual di pinggir dekat dengan sampah begini. Karena tidak dapat tempat jadi kadang kita menangis-menangis bawa pulang jualan ke rumah,” kata Wonda sembari mengusap air mata.
Ia meminta perhatian Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk melihat nasib Mama-mama Papua dan kondisinya di Pasar.
“Pemerintah tolong bangun cepat ka, tempat yang terbakar ini. Kita hidup cari makan, cari uang semua melalui jualan di pasar jadi. Tolong ka pemerintah bangun kita punya tempat kembali, kalau begini terus kita tidak bisa,” ujarnya diliputi kesedihan.
Keluhan lainnya datang dari Mama Yemi Yembiabi yang menyesalkan tak bisa lagi berjualan pada subuh hari pasca terbakarnya pasar. Sebelum bangunan pasar terbakar ia mengaku pendapatannya lumayan karena bisa berjualan dari subuh hari untuk mendapatkan pembeli yang belanja sejak subuh.
Tapi setelah pasar terbakar ia terpaksa datang berjualan siang hari di luar areal pasar sehingga jualannya sering tidak laku.
“Jadi harapan kita itu pasar biar lebih cepat dibangun dan selesaikan supaya kita jangan jualan tahan panas begini. Ini kelihatannya [pembangunan] lambat,” katanya mama Yemi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!