Sentani, Jubi – Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam tahun ini akan menyiapkan satu regulasi berupa peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). KTR Kabupaten Jayapura itu ditetapkan pada sejumlah tatanan atau kawasanyang wajib dihindari dari aktivitas para perokok akfif.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Khairul Lie mengatakan pihaknya sedang menyusun naskah akademiknya dan selanjutnya akan diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda) yang kemudian akan ditidaklanjuti dengan Peraturan Bupati.
Ia mengatakan KTR yang ditetapkan itu selain bebas dari para perokok aktif, juga bebas dari tempat menjual atau memproduksi rokok, serta bebas dari papan iklan atau reklame yang mempromosikan bungkus rokok.
“Di tempat umum seperti pasar dan bandar udara akan dibuatkan seperti bilik atau tempat bagi para perokok aktif, sementara kawasan tersebut secara umum menjadi kawasan yang bebas dari asap rokok,” ujar Khairul Lie saat ditemui di Sentani, Rabu (17/4/2024).
Menurutnya, kawasan lain yang juga ditetapkan sebagai KTR adalah pusat pendidikan (sekolah), rumah ibadah, pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti pustu, puskesmas, dan rumah sakit, serta klinik kesehatan.
“Setiap Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah kawasan tanpa asap rokok, termasuk kawasan perkantoran, baik pemerintah maupun swasta,” jelasnya.
Khairul juga berharap ketika Perda KTR ini ditetapkan maka seluruh masyarakat di Kabupaten Jayapura dapat mengikuti aturan atau kebiasaan yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kualitas hidup dan kesehatan setiap orang terjamin.
“Sebenarnya ini perintah undang-undang bagi seluruh masyarakat, sehingga wajib untuk diikuti,” ujarnya.
Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan Setda Kabupaten Jayapura Thimotius Taime mengatakan pihaknya telah menyepakati seluruh alur dan proses pembentukan Perda KTR.
“Dokumennya sedang diusulkan kepada Badan Pembuat Pembentukan Peraturan Daerah (Bappemperda) DPRD Kabupaten Jayapura,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tujuan penetapan KTR adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat. Kemudian meningkatkan produktivitas kerja yang optimal serta mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.
“KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau memproduksi, menjual, mengiklankan, atau mempromosikan tembakau. Atau cara untuk mengurangi populasi asap tembakau yang merugikan kesehatan manusia,” katanya.
Secara hukum, kata Taime, sangat jelas bahwa ada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Thun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Bahan Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MESKES/PN/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
Bahkan, lanjutnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 29 Tahun 2023 tentang KTR juga mengamanatkan hal itu kepada pemerintah daerah bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar, serta mengonsumsi rokok membahayakan kesehatan manusia.
Kemudian, katanya, dalam melaksanakan ketentuan Pasal 151 ayat (2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok diwilayahnya.
“Sejumlah hal itu menjadi asas penting bagi KTR di daerah ini, seperti kepentingan kualitas kesehatan manusia, berarti bahwa penyelenggaraan KTR semata-mata untuk meningkatkan derajat kualitas kesehatan warga masyarakat,” katanya.
Kemudian keseimbangan, bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan secara berimbang antara kepentingan individu dan kelestarian lingkungan, termasuk kemanfaatan bahwa KTR harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara,” ujarnya.
Dan yang terpenting, kata kata Taime, partisipas setiap anggota masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan KTR, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta mengedepankan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas generasi maupun lintas gender.
“Dalam seluruh proses hingga nanti diterapkan dalam sebuah regulasi baru di Kabupaten Jayapura, tentu diperhadapkan dengan sejumlah dampak yang nantinya muncul saat penerapan regulasi tersebut,” katanya.
Dampak itu di antaranya kesadaran masyarakat tentang tempat yang diperuntukkan bagi perokok. Kemudian lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan untuk merokok dan lemahnya penerapan sanksi bagi perokok di KTR.
Ia berharap regulasi dan aturan baru yang memaksa kebiasaan masyarakat Kabupaten Jayapura itu nanti dapat berjalan dengan baik dan berdampak positif kepada masyarakat, serta menjadi role model bagi daerah lain.
“Sehinga di tahun ini dapat terealisasi dan dilaksanakan untuk kepentingan seluruh masyarakat di Bumi Khena Mbai Umbai,” ujarnya.
Tokoh masyarakat di Kabupaten Jayapura, Friets Maurits Felle mengapresiasi langkah maju Pemkab Jayapura yang dalam seluruh proses pelayanan kepada masyarakat, telah menetapkan hal-hal dasar kemanusian yang patut diperhatikan oleh semua orang yang tinggal dan hidup di daerah itu.
“Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan orang secara langsung dan secara massal, hanya dengan aturan dan regulasi yang dapat mengubah kebiasaan itu. Dan ini hal baik yang perlu kita taati dan laksanakan,” ujarnya. (*)
Discussion about this post