Manokwari,Jubi – Tim ahli botani internasional, yang diketuai oleh Kepala BRIDA Provinsi Papua Barat yang juga merupakan Guru Besar Botani Hutan pada Fakultas Kehutanan Universitas Papua Profesor Charlie D. Heatubun, melakukan serangkaian eksplorasi di Papua Barat untuk membantu mendokumentasikan flora anggrek yang belum banyak diketahui di daerah tersebut, pada bulan Oktober 2023 hingga Januari 2024.
Tim terdiri dari Laura Jennings (Royal Botanic Gardens, Kew, Inggris) dan Dr. Andre Schuiteman (Royal Botanic Gardens, Kew). Jimmy Frans Wanma (Fahutan UNIPA), Reza Saputra (Balai Besar KSDA Papua Barat) dan dengan Haerul Arifin dan Ezrom Batorinding (BRIDA Papua Barat).
Eksplorasi dilakukan bulan Oktober 2023 di berbagai lokasi di sekitar Danau Anggi, Distrik Testega, Kabupaten Pegunungan Arfak dan beberapa lokasi antara Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan dan Kabupaten Teluk Bintuni. Dan dilanjutkan bulan Januari, tim mengunjungi kembali beberapa lokasi di dekat Danau Anggi, dan lokasi di Lembah Kebar, Kabupaten Tambrauw serta beberapa tempat di dekat Kaimana, dan Urisa, Kabupaten Kaimana.
“Dari eksplorasi tersebut, sekitar 130 spesies/jenis anggrek yang berbeda ditemukan dalam keadaan berbunga. Sebagian besar spesimen diawetkan dalam bentuk spesimen basah menggunakan alkohol dan spesimen kering yang dianginkan,” kata Kepala Sub Bidang Diseminasi Kelitbang, Ezrom Batorinding, dalam siaran pers yang diterima Kamis (25/1/2024).
Ezrom mengatakan, saat ini, sekitar 600 jenis anggrek telah diketahui dari Semenanjung Kepala Burung (Bird’s Head Peninsula) Papua Barat dan Papua Barat Daya. Sebagian besar dari daerah ini belum dieksplorasi dengan baik oleh para ahli botani, dan jumlah jenis anggrek yang sebenarnya terdapat di sini mungkin akan lebih dari 1000 jenis.
“Sebagian besar sudah teridentifikasi dari bagian lain di wilayah Papua Nugini, tetapi beberapa di antaranya masih baru bagi ilmu pengetahuan (belum teridentifikasi),” ucapnya.
Dikatakan, hasil eksplorasi ini ditemukan sekitar 12 jenis anggrek yang belum dikenal oleh ilmu pengetahuan, yang berarti belum dideskripsikan dan belum memiliki nama sehingga merupakan anggrek jenis baru (New species), sementara beberapa jenis lainnya masih dalam proses identifikasi oleh tim.
“Jenis-jenis baru ini akan dideskripsikan dan diberi nama akhir tahun ini melalui publikasi di jurnal-jurnal botani bereputasi internasional. Untuk alasan kerahasiaan ilmiah, gambar jenis baru tersebut belum dapat dipublikasikan saat ini,” katanya.
Eksplorasi ini merupakan bagian dari Proyek TIPAs (Tropical Important Plant Area’s) Pulau Papua (Papua dan Papua Nugini) dan Penulisan Buku Anggrek di Semenanjung Kepala Burung dan Pulau-Pulau Sekitar atau The Orchids of Bird’sheads Peninsula and Surounding Island’s Book yang ditargetkan akan dipublish pada akhir tahun 2024.
Pengerjaan buku anggrek ini tidak hanya bertujuan untuk menemukan spesies baru, tetapi juga untuk mendokumentasikan distribusi geografis spesies, bahkan spesies yang sudah umum.
“Dengan cara ini, kita akan mendapatkan gambaran yang lebih baik mengenai spesies anggrek mana yang dapat ditemukan pada lokasi tertentu, dan spesies mana yang sangat langka sehingga dapat dianggap terancam punah,” jelasnya.
Informasi ini kata dia, pada gilirannya akan membantu peneliti untuk dapat mengidentifikasi TIPAs di wilayah tersebut dan perubahan iklim. Karena Anggrek adalah indikator yang sangat baik untuk ekosistem berkualitas tinggi. Dapat dikatakan bahwa habitat yang kaya akan spesies anggrek juga akan kaya dengan spesies tumbuhan lain, dan keanekaragaman hayati, seperti serangga, secara umum.
Dia membeberkan bahwa kegiatan riset Ini merupakan kolaborasi antara Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Papua Barat, Royal Botanic Gardens, Kew, Fakultas Kehutanan Universitas Papua (UNIPA), Balai Besar KSDA Papua Barat dan dengan dukungan dari beberapa mitra pembangunan, Fauna & Flora International, Indonesia, EcoNusa dan Raja Ampat Research Center.
“Tujuan dari proyek TIPAs adalah untuk mengidentifikasi area dengan keanekaragaman flora yang luar biasa di Pulau Papua, dengan fokus saat ini di wilayah Semenanjung Kepala Burung. Sebagian besar spesies anggrek baru yang ditemukan selama penelitian/eksplorasi lapangan ini sebenarnya cukup langka, karena jika tidak, mereka pasti sudah dideskripsikan,” jelasnya.
Habitat mereka saat ini tidak berada di kawasan lindung dan oleh karena itu beresiko rusak atau punah. Kerusakan habitat merupakan salah satu penyebab punahnya keanekaragaman hayati. Dengan hilangnya habitat, maka anggrek-anggrek tersebut juga akan hilang.
“Belum terlambat untuk mencegah hal ini terjadi dengan melindungi lokasi-lokasi di mana anggrek-anggrek baru ditemukan. Hasil eksplorasi ini menjadi penting bagi semua pihak untuk menginisiasi kebijakan dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem di Papua Barat dan Papua Barat Daya,” ujarnya.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!