Jayapura, Jubi – Orang Amungme menyebut landak gunung dalam bahasa Amungme adalah Natanpeimki, binatang berbulu dan berduri tebal. Hidup di daerah lembab dan subur.
“Di Grasberg banyak dan dulu masyarakat berburu Landak Gunung di sana,”kata Ketua LEMASA Jhon Magal kepada jubi dalam pesan singkatnya melalui Whasap, Rabu (27/3/2024).
Dia mengatakan penyebarannya sampai sekarang masih ada dan warga biasa berburu di semua gunung di wilayah Nemangkawi Cartensz. “Landak itu berwarna hitam dan bintik bintik putih dan moncongnya panjang,” kata John Magal seraya menambahkan jika public belum percaya adanya Landak Gunung ini mestinya harus diadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya hewan ini.
“Orang tua dulu dan sekarang mereka masih berburu hewan termasuk landak gunung ini,” tambah Magal kepada Jubi di Timika belum lama ini. Dia menambahkan landak gunung ini kulitnya sangat tebal sehingga harus dibakar terlebih dahulu agar kulit berduri itu mudah terlepas dan kemudian dipanggang untuk dimasak sehingga bisa dikonsumsi.
Sebenarnya tradisi berburu di areal pegunungan Nemangkawi sudah lama dilakukan warga Suku Amungme sejak dulu. Arnold Mampioper mantan Bestur Kokonao (1958-1961) dalam bukunya berjudul, ”Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartensz menulis, “Berburu hewan sangat besar dan itu merupakan kewajiban kaum laki-laki.”
Dikatakannya di dataran tinggi Nemangkawi kaum laki-laki berburu antara lain kuskus (bahasa Amungme ‘mkam-mkam’) atau mamalia berkantung (Marsupialia) nokturnal termasuk dalam famili Phalangeridae, landak semut/landak gunung (Natanpeimki) atau mirip Kiwi, jenis anjing bernyanyi /Singing dog dalam bahasa Amungme disebut misim. Kulit anjing singing dog dan bulu burung kasuari serta burung Cenderawasih biasanya diperdagangkan dalam sistem barter ekonomi dari Nemangkawi sampai ke Lembah Baliem dan Goroka di Papua New Guinea.
Menanggapi adanya hewan Landak Gunung di areal Grasberg dan sekitarnya Claus Wamafma – Vice President of Community Development – PT Freeport Indonesia dalam pertemuan dengan Asosiasi Watawan Papua (AWP) belum lama ini di salah satu Hotel di Kota Jayapura mengatakan sampai saat ini informasi tentang Landak Gunung di Grasberg belum ada dan belum ditemukan. Hanya anjing bernyanyi atau singing dog yang memang telah ditemukan.
”Iya sampai sekarang belum ada dan hanya singing dog yang pernah ditemukan dan masih tinggal di gunung,” katanya saat menjawab pertanyaan jubi seputar Landak Gunung di wilayah Nemangkawi.
Wikipedia.org menyebutkan bahwa anjing bernyanyi New Guinea atau Anjing Dataran Tinggi New Guinea adalah garis keturunan anjing purba (basal) yang ditemukan di Dataran Tinggi New Guinea, di pulau New Guinea. Anjing ini pernah dianggap sebagai spesies terpisah, dengan nama Canis Hallstromi, dan berkerabat dekat dengan Dingo Australia
Prof Dr Ronald G Petocz dalam bukunya berjudul Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya cetakan pertama 1987 menjelaskan bahwa penganekaragaman mamalia merupakan bukti bagi pengembangan lingkungan hidup besar-besaran, akibat pembentukan pegunungan dan penguncangan iklim, serta masa arus genetik terbatas yang terjadi sebelum dan selama jaman es dari periode kuarter.
“Beberapa bentuk yang menarik meliputi dua monotremata yang primitive yaitu Echidna berparuh pendek, Tachyglossus aculeatus dari dataran rendah dan berbukitan, dan Echidna berparuh panjang, Zaglossus bruijni, dari daerah pegunungan tinggi.
Mengutip Mongabai yang melaporkan bahwa belum lama ini para peneliti berkolaborasi dalam ekspedisi di Pegunungan Cyclops di Kabupaten Jayapura, Papua Indonesia telah mengungkap penampakan baru mamalia bertelur langka dan berbagai spesies tak dikenal.
Temuan menarik yang ditemukan dan diterbitkan adalah gambar-gambar dari Ekidna berparuh panjang Attenborough ( Zaglossus attenboroughi ), yang, seperti Platipus yang berkerabat jauh, namun lebih dikenal, merupakan salah satu dari segelintir mamalia bertelur yang ada. Spesies ini belum pernah terlihat oleh para ilmuwan sejak spesimen awal dikumpulkan pada tahun 1961, dan selama beberapa dekade diperkirakan telah punah.
Sementara itu menurut Animal Diversity Web, dalam famili Erinaceidae terdapat dua subfamili yang terdiri dari 10 marga. Genus landak hutan, Erinaceus, termasuk dalam subfamili Erinaceinae dan terdiri dari empat spesies: Erinaceus europaeus, Erinaceus roumanicus, Erinaceus amurensis, dan Erinaceus concolor .
Spesies yang paling umum dikenal adalah E. europaeus, namun semua spesies landak dalam genus ini memiliki karakteristik yang serupa. Landak hutan adalah mamalia berukuran kecil hingga sedang yang aktif di malam hari dan terkenal dengan lapisan duri pelindung yang menutupi sisi punggungnya.
Hewan omnivora yang soliter dan oportunistik ini dapat melakukan perjalanan hingga 2 kilometer setiap malam untuk mencari makanan atau pasangan di habitat hutan beriklim sedang, semak belukar, dan padang rumput. Mereka juga unik dalam preferensi mereka terhadap habitat perkotaan dan pinggiran kota, mencari makan di taman halaman belakang dan menghabiskan musim dingin di hibernakula di lingkungan sekitar dan taman. Penurunan populasi landak hutan baru-baru ini yang diduga akibat tabrakan mobil, pemangsaan luak, parasit, dan fragmentasi habitat telah memicu penelitian dan upaya konservasi. Namun implikasi dari landak hutan sebagai vektor penyakit zoonosis dan ektoparasit juga telah menimbulkan kekhawatiran lain.
Rentang Geografis
Keempat spesies Erinaceus dapat ditemukan di wilayah Palearktik, meskipun distribusi spesiesnya sangat bervariasi dan sedikit tumpang tindih. Landak amur ( E. amurensis) ditemukan di Asia Timur dan landak Eropa Barat (E. europaeus ) endemik di Eropa. Landak dada putih utara ( E. roumanicus ) umum ditemukan di Eropa dan Rusia Eropa, sedangkan landak dada putih selatan ( E. concolor ) ditemukan di wilayah Mediterania. Landak hutan telah diperkenalkan ke berbagai negara dan pulau-pulau Eropa serta Selandia Baru untuk pengendalian hama siput/siput.
Meskipun diketahui memiliki wilayah jelajah yang luas dan tingkat penyebaran yang tinggi, wilayah jelajah landak hutan semakin dibatasi oleh pertumbuhan populasi musang predator ( Meles meles ) dan fragmentasi habitat akibat perluasan pertanian dan infrastruktur. Hal ini terutama terjadi pada peningkatan jalan dan pagar. Selain itu, dampak perubahan iklim baru-baru ini telah menyebabkan landak hutan memiliki rentang yang bervariasi, karena mereka sangat sensitif terhadap suhu, kelembapan, dan ketersediaan sumber daya.
Benarkah ada Landak Gunung di Nemangkawi? Menurut John Magal Ketua Lembaga Masyarakat Adat Amungme (LEMASA) perlu melakukan penelitian lebih lanjut guna melihat kehidupan Landak Gunung Nemangkawi, karena faktanya masyarakat masih berburu dan menangkap Natanpeimki, binatang berbulu dan berduri tebal alias Landak Gunung Nemangkawai.(*)
Discussion about this post