Sentani, Jubi – Sanggar Seni Robongholo atau SSR Sereh, Sentani, Kabupaten Jayapura melakukan penanaman pohon sagu di dusun sagu di Kampung Sereh, Sentani pada Kamis (14/3/2024). Kegiatan ini untuk mengenang dan memperingati bencana besar banjir bandang yang terjadi lima tahun silam, tepatnya 16-17 Maret 2019.
Kegiatan penanaman sagu ini SSR Sereh berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Jayapura, Pemerintah Kampung Sereh, Word Wide Fund for Nature atau WWF, serta beberapa komunitas lainnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Yan Ormuseray, mengatakan bencana banjir bandang terjadi tak terlepas dari ulah manusia.
“Kita semua menyadari bahwa harus ada upaya menyelamatkan lingkungan hidup termasuk menyelamatkan cagar alam pegunungan Cycloop,” katanya kepada Jubi di sela-sela kegiatan.
Ia mengatakan dengan adanya perubahan iklim global, kita tidak bisa memprediksi kapan musim hujan dan kapan kemarau. Jika terjadi kemarau panjang, sumber air akan mengering. Sementara ketika musim hujan tiba, ada risiko terjadi banjir dan longsor.
“Itulah mengapa hari ini kita berkumpul untuk menanam pohon sebagai simbol upaya kita menjaga hutan, menjaga lingkungan,” kata Yan Ormuseray.
Manager WWF Indonesia Program Papua, Wika Rumbiak, mengatakan sebelum menggelar kegiatan tanam pohon ini, pihaknya sudah berdiskusi cukup lama dan mencari momen baik untuk melakukan penanaman pohon sagu.
“Tidak mau hanya momen ini [tapi] maunya akan berlanjut terus. Sagu itu salah satu bentuk ketahanan pangan untuk masyarakat kampung sekaligus menjaga air,” katanya.
Ketua Sanggar Seni Robonghollo, Jimmy Ondikeleuw, mengatakan sesuai peta, dusun sagu di Kampung Sereh luasnya sekitar enam hektare. Namun kali ini hanya akan menanam sagu di lahan sekitar satu hektare.
“Restorasi sagu harus dimulai dari sekarang. Kita tidak bisa menunggu,” kata Ondikeleuw.
Menurutnya, sagu adalah salah satu tanaman budaya yang bernilai tinggi bagi ketahanan adat Papua khusus Sentani.
“Hal itu menjadi konsentrasi kami. Sanggar Seni Robongholo bukan hanya menari tapi kami mempunyai satu komitmen untuk menyelamatkan tanaman budaya, salah satunya sagu,” katanya.
Ondikeleuw mengatakan sagu banyak manfaatnya, antara lain bisa dibuat papeda, kue, dan sagu bakar. Dusun sagu bisa dijadikan tempat wisata dan belajar.
Ia berharap ke depan terus ada dukungan bagi komunitasnya agar terus bisa melestarikan budaya Papua khususnya sagu, hingga ekonomi masyarakat bisa terus maju dari hasil tanahnya sendiri. (*)
Discussion about this post