Jayapura, Jubi – Dugong adalah bagian dari ordo Sirenia. Semua anggota Sirenia adalah mamalia laut herbivora, dan telah beradaptasi dengan baik lingkungan lautnya. Ordo Sirenia terdiri dari dua family, yaitu Trichechidae dan Dugongidae. Dugong adalah salah satu dari dua anggota family Dugongidae.
Demikian pernyataan yang dikutip dari laman resmi https://kkp.go.id yang dikutip Jubi.id pada Jumat (12/5/2023).
“Perkembangbiakan dugong lebih mirip mamalia yang semuanya dilakukan di laut dengan interval kelahiran 3 sampai 7 tahun. Semua anak dugong juga menyusu pada induknya sampai umur 1-2 tahun. Ikan dugong betina memiliki masa gestasi [kehamilan] sekitar 14 bulan dan melahirkan satu anak untuk tiap 2,5 hingga 5 tahun,” tulis laman resmi perikanan laut.
Dilaporkan anak ikan dugong akan didampingi induknya hingga sekitar 18 bulan, karena masih membutuhkan susu induknya. Dugong mencapai ukuran dewasa setelah berumur 9 tahun dan umumnya dugong bertahan hingga mencapai umur 20 tahun.
“Yang paling unik dari dugong adalah anak dugong akan selalu berenang di samping induknya terutama dalam dalam keadaan bahaya,” tulisnya.
Peneliti Anugerah Nontji dalam artikel berjudul Dugong, bukan Putri Duyung menyebutkan bahwa dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan laut dangkal yang sumber makanannya ekslusif lamun atau seagrass (rumput laut).
Sedangkan nama ilmiahnya adalah “Dugong dugon”. Istilah dugong diambil dari Bahasa Filipina Tagalog. Dugong sendiri bersumber dari bahasa Melayu, “duyung atau duyong” yang berarti perempuan laut.
Sementara itu praktisi perikanan dan aktivis lingkungan, Roberth Mandosir, mengatakan ikan dugong itu mamalia laut dan hidup di laut dangkal serta populasinya tidak terlalu banyak.
“Kalau feeding area terganggu maka akan menyebabkan populasinya terganggu dan bisa mati karena kekurangan makanan utamanya rumput laut atau dalam bahwa Byak disebut Andoikraf,” kata Mandosir,, alumni Akademi Usaha Perikanan Laut Jakarta era 1990-an.
Lebih lanjut kata Mandosir, terganggunya habitat dugong menyebabkan kematian karena faktor feeding area yang terganggu, aktivitas pemburuan yang berlebihan, dan kualitas lingkungan hidup yang terganggu.
“Bisa juga kematian dugong karena sudah usia tua dan adanya mata rantai makanan yang terputus karena masalah kerusakan lingkungan karena sampah,” kata Mandosir.
Oleh karena itu, Mandosir menyarankan bahwa untuk melestarikan lingkungan termasuk feeding area dugong harus membuat pemetaan laut dan potensinya, harus membuat aturan kampung untuk melindungi sumber daya laut dan pengelolaan kawasan pesisir. (*)