Jayapura, Jubi – Masyarakat adat pemilik hak ulayat dari sub suku Moi Salkhma dan sub suku Moi Abun Taa yang berada di Distrik Sayosa Timur, Distrik Maudus, Distrik Senok dan Distrik Temel, Provinsi Papua Barat Daya, menolak segala bentuk investasi perusahaan pemanfaatan hutan di wilayah adat tersebut.
Pemuda adat Sayosa Timur, Benatus Malamuk dalam siaran persnya yang diterima Jubi, Selasa (10/10/2023) mengatakan pihaknya menolak perusahaan PT. Mancaraya Sorong Agro Mandiri yang bergerak dalam pemanfaatan hutan.
Penolakan itu telah menyampaikannya kepada pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu.
“Kami menolak perusahaan Mancaraya karena saat beroperasi di wilayah adat Sayosa Raya, tidak ada dampak signifikan yang perusahaan berikan kepada kami masyarakat pribumi, hutan kami sudah mau habis namun tidak ada dampak kesejahteraan bagi masyarakat adat yang berada di Sayosa Timur hingga Maudus dan Senok,” kata Malamuk.
Menurutnya, selama perusahaan beroperasi banyak pengalaman pahit bagi masyarakat adat. Misalnya uang debu atau dana kompensasi berdasarkan dampak aktivitas yang dilakukan perusahaan kepada masyarakat terdampak di Distrik Sayosa Timur, dari setiap kendaraan PT Mancaraya Agro Mandiri yang mondar mandir memuat kayu.
Hal lainnya, saat awal perusahaan masuk untuk membuka terobosan jalan perusahaan tidak membayar ganti rugi kepada masyarakat adat misalnya seperti marga Malagifik di Distrik Sayosa Timur hingga marga Klow di Distrik Maudus.
Perilaku perusahaan itu, dinilai masyarakat menilai tidak baik”Oleh sebab itu kami sembilan marga yang ada di distrik Sayosa bersama marga Klow, Sakma dan marga Murpa yang saat ini wilayah mereka dikuasai, menolak segala bentuk aktivitas perusahaan,” katanya.
Pemilik hak ulayat yang hutannya dikelola perusahaan, Absalom Klow menambahkan, pihaknya juga mempunyai pengalaman buruk oleh PT. Mancaraya Agro Mandiri atas pengambilan tanah dan pasir untuk penimbunan jalan tanpa izin dan kesepakatan dengan masyarakat.
Menurutnya, sebelum PT. Mancaraya Agro Mandiri masuk melakukan penebangan di wilayah marga Klow SJE, perusahaan telah bersepakat akan menyerahkan uang sebesar Rp50 juta yang akan dilakukan dalam dua tahap, sebelum penebangan sebesar Rp.30 juta dan 20 Rp juta akan dibayarkan setelah selesai penebangan.
“Akan tetapi informasi yang kami dapat bahwa marga Klow SJE hingga saat ini belum menerima uang sisa Rp20 juta kesepakatan dalam perjanjian.”
“Oleh sebab itu kami masyarakat adat saat ini tidak lagi percaya terhadap PT Mancaraya Agro Madiri dan kami menolak segala investasi perusak hutan di wilayah adat kami,” kata Absalom Klow. (*)