Wamena, Jubi – Pemerintah telah menggelontorkan bantuan masing-masing Rp100 juta kepada 47 kelompok tani di Papua Pegunungan. Pendanaan tersebut diberikan kepada mereka sebagai peserta Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu atau Tekad.
Fasilitator Program Tekad Papua Pegunungan Margaretha Rumbekwan mengatakan sebanyak 27 dari 47 kelompok tani itu berada di Kabupaten Jayawijaya, dan 20 lainnya di Kabupaten Yahukimo. Dana yang mereka terima merupakan bantuan awal dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
“Bantuan itu untuk pembangunan demplot pertanian. Kami harap mereka serius dalam mengembangkan usaha tani,” kata Rumbekwan, saat Evaluasi Program Tekad di Papua Pegunungan, Rabu (23/10/2024).
Program Tekad merupakan kerja sama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD). Program tersebut memberdayakan masyarakat sehingga berkontribusi pada transformasi perdesaan dan pertumbuhan inklusif di Indonesia timur.
Berdasarkan laporan yang diterima Tim Fasilitator Tekad Papua Pegunungan, kelompok tani tersebut mengembangkan berbagai usaha pertanian, peternakan, dan perikanan. Ada pula yang mendirikan kios dagangan dan usaha ekonomi produktif lain.
“Kami tidak hanya berikan uang pembinaan, tetapi juga mengawal [memberi pedampingan kepada] mereka dalam mengelola lahan, merawat tanaman, hingga memasarkan hasil panen. Kami bekerja sama dengan para pendamping desa serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Papua Pegunungan,” kata Rumbekwaan, yang juga Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Papua Pegunungan.
Tim Fasilitator Program Tekad Papua Pegunungan menghadirkan kelompok tani penerima bantuan saat rapat evaluasi. Mereka ingin mendapat laporan langsung mengenai perkembangan usaha setiap kelompok.
“Kami ingin mengetahui aktivitas, kendala, hambatan, dan tantangan mereka dalam mengembangkan usaha, sebagai bahan evaluasi [bagi tim]. Jika pelaksanaan di dua kabupaten itu berhasil, kami akan kembangkan programnya hingga mencakup seluruh Papua Pegunungan,” kata Rumbekwan.
Aprius Heselo, pendamping kelompok tani di Yahukimo mengaku banyak kendala mereka hadapi di lapangan. Salah satunya ialah saat penyusunan proposal dan laporan.
“Hanya satu distrik [peserta Program Tekad di Yahukimo] mendapat bantuan [pembangunan demplot pertanian]. Enam distrik lainnya tidak mengirim proposal bantuan karena terkendala transportasi dan koneksi internet,” kata Heselo.
Kendala produksi dan pemasaran
Kelompok tani peserta Program Tekad di Yahukimo tersebar di tujuh dari 51 distrik. Setiap kelompok tani memiliki dua pendamping program.
“Kami juga selalu terkendala dalam mengirim laporan pertanggungjawaban [program]. Kami harus menggunakan pesawat [untuk menyerahkan laporan] karena koneksi internet sangat tidak mendukung di Yahukimo,” kata Heselo.
Sebagian besar kelompok tani peserta Program Tekad di Yahukimo membudidayakan kopi arabica. Usaha mereka selama ini sulit berkembang karena keterbatasan modal dan peralatan.
“Mereka selama ini memanen kopi dan mengolahnya secara manual. Banyak biji kopi, akhirnya rontok, ataupun terbuang karena pengolahannya membutuhkan banyak tenaga, dan biaya,” ujar Heselo.
Dia melanjutkan pemasaran kopi juga masih menghadapi kendala di Yahukimo. Para petani sulit memasarkan hasil panen ke luar daerah karena harus menggunakan pesawat.
“Kami berharap pemerintah memberi mesin pengupas dan penggiling kopi kepada petani agar mereka bisa memanen lebih banyak [produktivasnya meningkat]. Pemerintah juga harus memerhatikan [memudahkan layanan] transportasi di Yahukimo,” kata Heselo. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!