Merauke, Jubi – Nelayan di Kabupaten Merauke, Papua diingatkan untuk tidak lagi menangkap ikan secara ilegal di perairan negara Papua Nugini maupun Australia. Nelayan harus mematuhi aturan teritorial sebuah negara, jika tidak, akan ada konsekuensi hukum.
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka menyatakan peristiwa penembakan kapal nelayan Calvin 02 di perairan negara Papua Nugini dan penangkapan serta penahanan KMN Arsyila 77 dan Baraka Paris 21 menjadi pelajaran bagi nelayan Merauke untuk tidak memasuki perairan dan menangkap ikan di negara lain. Tidak hanya di wilayah perairan, di darat pun sama. Warga negara harus menghormati dan menaati aturan hukum negara lain.
Mbaraka mengatakan, dia telah menerima laporan terkait insiden penembakan KMN Calvin 02 yang diduga dilakukan oleh tentara Papua Nugini.
Insiden ini mengakibatkan sang nakhoda bernama Sugeng meninggal dunia akibat tertembak di bagian leher. Selain itu, KMN Arsyila 77 dan Baraka Paris beserta 13 kru dari dua kapal itu juga ditangkap dan ditahan oleh otoritas di Papua Nugini.
Belajar dari peristiwa tersebut, Mbaraka mengaku dia telah memerintahkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke guna mengundang para nelayan dan pemilik kapal di Merauke untuk mengikuti pertemuan bersama bupati Merauke. Dalam pertemuan itu nantinya, nelayan ditekankan untuk tidak memasuki wilayah perairan negara lain.
“Nelayan sudah kita ingatkan untuk tidak mencari ikan di perairan PNG maupun Australia. Itu akan dianggap pencuri atau ilegal fishing kalau menangkap ikan di sana. Nah beberapa hari ke depan, kita akan kumpulkan lagi para nelayan juga pemilik kapal. Kita akan ingatkan lagi secara tegas untuk tidak mencari di perairan negara lain,” kata Romanus Mbaraka, Selasa (30/8/2022).
Bupati Merauke menyatakan pemerintah selama ini telah mengingatkan warganya untuk tidak melanggar batas-batas negara serta melakukan tindakan ilegal di negara lain.
Namun, belajar dari kasus penembakan dan penangkapan kapal nelayan, Mbaraka mengakui terjadinya peristiwa itu tidak terlepas dari kelalaian pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap warga negaranya.
“Ini (kasus penembakan dan penangkapan kapal nelayan) kelalaian kita. Bukan baru pertama terjadi, tapi sudah berulang kali. Ada juga warga kita yang selalu menyeberang (melanggar batas negara) di darat untuk berburu. Itu motornya dibakar, dikejar dan warga dipukul,” ujarnya.
Mbaraka berharap agar berbagai kasus pelanggaran batas negara dan tindakan ilegal yang dilakukan warga Indonesia menjadi pelajaran penting bagi semua orang untuk mengulangi lagi. Dan juga bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih baik.
“Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak boleh melanggar. Warga negara juga harus memproteksi dirinya dengan tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, termasuk menghormati aturan hukum di negara lain,” tutupnya.
Informasi yang diperoleh Jubi di Merauke, kapal nelayan kerap melakukan pencarian ikan secara ilegal di perairan negara Papua Nugini. Jenis ikan yang paling diburu ialah kakap cina, gulama dan kuru. Bagian yang diambil dari tiga ikan ini adalah gelembungnya. Harganya terbilang fantastis. Untuk gelembung ikan kakap cina jantan seberat 200-300 gram harganya mencapai Rp30 juta hingga Rp50 juta per lembar.
Berdasarkan informasi yang diterima pula, kapal-kapal nelayan pemburu gelembung ikan ini memasuki perairan Papua Nugini melalui Kabupaten Merauke, Papua. Dilaporkan ada puluhan hingga ratusan kapal nelayan yang berlabuh di Kali Torasi – batas wilayah perairan Indonesia dan Papua Nugini. Di sana (Kali Torasi), ada satu Pos TNI AL yang mengamankan wilayah perbatasan. (*)