Wamena, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Republik Indonesia menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya yang tidak menghadiri undangan Komnas HAM RI untuk mambahas polemik pro kontra terkait lokasi pembangunan kantor Gubernur di wilayah adat Walesi dan Wouma.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM RI, Prabianto Mukti Wibowo didampingi tiga orang anggota Komnas HAM RI dan tiga orang Perwakilan Komnas HAM Papua saat ditemui Jubi di bandara Wamena, pada Jumat (6/10/2023) pagi.
Wibowo mengatakan pertemuan tersebut rencananya untuk membahas sejumlah agenda terkait polemik pro dan kontra terkait lokasi pembangunan pusat perkantoran pemerintahan Papua Pegunungan di tanah seluas 108 hektare milik suku di wilayah adat Walesi dan Wouma.
“Untuk itu sebelumnya kami telah menyampaikan pemberitahuan dan undangan kepada pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah, baik Penjabat Gubernur Papua Pegunungan, Bupati Jayawijaya, Dandim 1702 dan Kapolres Jayawijaya untuk diskusi bersama tentang polemik lokasi kantor Gubernur tersebut,” katanya.
Ia mengungkapkan pertemuan tersebut rencananya akan dilaksanakan pada Kamis, 5 Oktober 2023 lalu. Dan rencana itu pun sudah dikonfirmasi oleh Bupati Jayawijaya, Dandim dan Kapolres Jayawijaya bahwa pertemuan akan digelar di Kantor Gubernur Papua Pegunungan.
“Tapi pada hari H mereka semua tidak datang, begitu juga Penjabat Gubernur tidak juga memberikan respon positif, dalam artian jika memang beliau sibuk harusnya bisa utus perwakilan baik itu stafnya, atau asisten I atau II ataupun biro lain untuk sama-sama kita bicarakan dan carikan solusinya,” ujar Wibowo.
Wibowo juga menjelaskan bahwa tujuan utama pihaknya datang ke Wamena dari Jakarta, bersama rombongan dari kantor Perwakilan Komnas HAM Papua di Jayapura adalah untuk bertemu dengan masyarakat yang telah melakukan pengaduan ke Komnas HAM RI pada 9 Juli 2023 lalu.
“Sebab itu kami datang untuk melihat lokasi dan mendengarkan penjelasan atau klarifikasi langsung dari pihak pemerintah dalam hal ini Pj Gubernur dan Bupati Jayawijaya, tapi kita hanya bisa ketemu dengan Ketua DPRD Jayawijaya dan masyarakat sebagai pengadu ke Komnas HAM,” ujarnya.
Wibowo menyatakan dirinya menyayangkan ketidakhadiran lembaga-lembaga negara tersebut, “Kami sangat menyayangkan karena Komnas HAM hadir sebagai lembaga negara juga, lembaga netral, tidak berpihak ke siapa pun, kita cari solusi sama-sama untuk kepentingan (Masyarakat) agar tidak merasa dikorbankan atau dirugikan” ujarnya.
Komnas HAM meminta agar pemerintah mengantisipasi potensi pelanggaran HAM dalam kebijakan pembangunan. Jangan sampai demi pembangunan pemerintah malah menyengsarakan rakyatnya. Menurut Wibowo justru itulah yang menjadi tujuan utama rencana pertemuan yang gagal itu, dan dirinya kembali menyayangkan aparat pemerintah yang tidak berkenan untuk datang menemui dan hadir dalam pertemuan tesebut.
“Akibat dari ketidaksediaan pihak pemerintah untuk bertemu dengan kami, Komnas HAM sehingga kami hanya bisa bertemu dengan masyarakat dari pihak yang pro secara budaya di honai, tepatnya di kampung Jagara,” katanya.
Wibowo juga mempertanyakan alasan pihak pemerintah provinsi dan kabupaten tidak responsif untuk menerima dan memberikan penjelasan. Padahal menurutnya jika ada penjelasan secara berimbang dan objektif maka bisa dilakukan analisa lebih lanjut apa yang harus dilakukan dan solusinya seperti apa.
Saat disinggung terkait rencana peletakan batu pertama Kantor Gubernur dalam waktu dekat, Wibowo mengatakan sesuai dengan kewenangan Komnas HAM, pihaknya akan melakukan komunikasi dan koordinasi, menyampaikan laporan hasil temuan lapangan kepada beberapa pihak di Jakarta.
“Kami juga akan koordinasi dengan Komisi II DPR RI dan mudah-mudahan kita bisa (melakukan) audiensi dengan Mendagri, paling tidak bisa berikan masukan ke Wapres agar mempertimbangkan kembali rencana peletakan batu pertama yang notabene lahan itu masih status sengketa,” ujar Wibowo
Kunjungan Komnas HAM RI ini, seperti diberitakan sebelumnya, merupakan upaya menindaklanjuti pengaduan yang dilakukan oleh pemilik hak ulayat dari Aliansi Suku Wouma, Welesi dan Asolokobal yang telah mengadu ke Komnas HAM RI di Jakarta dan Komnas HAM Perwakilan Papua di Jayapura. (*)