Wamena, Jubi – Komisioner Mediasi Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Prabianto Mukti Wibowo bersama 6 anggota lainnya, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, dalam rangka meninjau lokasi rencana pembangunan kantor gubernur atau pusat perkantoran pemeritahan Provinsi Papua Pegunungan. Kantor ini rencananya dibangun di atas tanah seluas 100,8 hektare milik 5 suku besar wilayah adat Walesi.
Prabianto Mukti Wibowo saat ditemui Jubi di Bandara Wamena pada Jumat (6/10/2023) pagi, mengatakan pihaknya sudah melihat bahwa lahan yang saat ini ingin dijadikan pusat perkantoran Provinsi Papua Pegunungan, merupakan lahan subur untuk perkebunan masyarakat yang selama ini memang digunakan sebagai sumber kehidupan sehari-hari masyarakat Welesi dan Wouma, serta masyarakat dari beberapa kabupaten lainnya yang berkebun di wilayah tersebut.
“Jika pemerintah terus memaksakan harus membangun pusat perkantoran di wilayah itu, maka akan terjadi kehilangan sumber mata pencarian atau kehidupan bagi masyarakat Welesi dan Wouma serta masyarakat lainnya, dan tentunya ini termasuk salah satu pelanggaran HAM di mana negara sudah menghilangkan sumber kehidupan mata pencarian masyarakat sebagai hak pemilik ulayat tanah,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya juga sudah bertemu Ketua DPRD Jayawijaya dan mendapat informasi bahwa selama ini Bupati Jayawijaya dan DPRD tidak pernah dilibatkan dalam rencana pembangunan ini. “Bukannya mereka apatis, tapi bupati merasa tak pernah diajak bicara dan dilibatkan padahal bupati sudah menyiapkan dua lokasi untuk pembangunan gedung perkantoran provinsi di Gunung Susu dan Distrik Mulama,” katanya.
Ia mengatakan dari hasil peninjauan kedua lokasi yang berbeda yakni di Muliama dan Gunung Susu, kedua lokasi tersebut yang disediakan sebelumnya oleh pemerintah Jayawijaya. “Maka sebenarnya secara geografis jika dibandingkan dengan lokasi yang ada perbatasan Wouma dan Welesi, tentunya kedua tempat yang disediakan Pemkab Jayawijaya dinilai lebih strategis karena terletak di akses jalan menuju kabupaten pemekaran yakni seperti Kabupatem Lanny Jaya, Tolikara, Mambramo Tengah (Mamteng) serta beberapa kabupaten lainnya,” katanya.
Sebagai tindak lanjut, Komnas HAM RI akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, Kantor Staf Kepresidenan, dan DPR RI untuk sama-sama melakukan dialog dan mencari solusi yang sebaik mungkin, sebab pembangunan yang dilakukan tidak boleh dengan cara menggusur lahan masyarakat adat setempat.
“Hilangnya wilayah adat ini akan mencabut kehidupan masyarakat dan tentunya tidak menyejahterahkan tapi malah sebaliknya,” katanya.
Selain itu Komnas HAM RI juga melihat ada potensi terjadinya konflik horizontal yang lebih besar, karena di wilayah itu tidak hanya suku dari Welesi dan Wouma saja tapi juga ada suku lain dari Kabupaten Nduga dan Lanny Jaya serta Yahukimo, yang juga berkebun di wilayah itu. (*)