Sentani, Jubi – Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Jayapura berkomitmen untuk menata dan melengkapi sejumlah fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pedagang di Pasar Baru Sentani, salah satunya adalah hydrant air di setiap bangunan yang ditempati ratusan kios dan lapak.
Penegasan ini disampaikan Penjabat (Pj) Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo, saat bertemu serta dialog dengan ratusan pedagang di Pasar Baru Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (13/2/2023).
Pj Bupati Jayapura menjelaskan apa yang diinginkan oleh pedagang dan telah disampaikan dalam pertemuan tersebut merupakan atensi yang perlu diseriusi oleh Pemkab Jayapura melalui dinas terkait.
“Semua yang terbaik soal penataan pasar baru akan dikerjakan oleh pemerintah daerah,” ujarnya.
Triwarno juga mengatakan terkait penolakan oleh pedagang soal sistem lotre dalam pembagian tempat berjualan, hal ini juga perlu diperhatikan dengan baik, sebab seluruh pekerjaan pembangunan pasar baru belum selesai.
“Soal penataan pasar baru tetap menjadi urusan pemerintah, dan apa yang nantinya ditetapkan adalah untuk kepentingan para pedagang,” katanya.
Terpisah, Wa Alina, koordinator pedagang cakar bongkar (pakaian bekas) di pasar baru Sentani, menjelaskan sistem lotre akan sangat merugikan para pedagang.
Jika sistem lotre diterapkan, katanya, nanti banyak sekali pedagang yang tidak kebagian kios dan lapak, kalau dapat paling di bagian belakang.
“Sementara kami semua menginginkan agar dengan bangunan yang baru ini pemerintah dapat mengembalikan kami kembali ke tempat jual semula. Apalagi kalau ada penambahan pedagang baru yang sama sekali bukan korban kebakaran, pasti gaduh sekali pasar ini,” ujarnya.
Hal senada diutarakan Supri, pedagang barang kelontong, yang mengatakan sistem lotre sama sekali tidak tepat bagi pedagang untuk mndapatkan kembali tempat jualnya.
“Kita sudah tahu dimana lokasi tempat jual kita sebelum terbakar. sekarang dikembalikan saja ke posisi semula,” katanya.
Menurutnya, banyak kondisi yang berubah dari sebelum terjadi kebakaran, luas los dan tempat asalnya. Tetapi, menjaga tidak terjadi keributan dan kegaduhan di antara pedagang maka kembali kepada data yang telah tercatat sesuai dokumen kependudukan serta jenis barang yang dijual.
“Sebelum kebakaran, pedagang pakaian dan pedagang barang kelontong beda tempat jualnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Maurits Frits Felle, tokoh masyarakat adat di Sentani, mengatakan bangunan baru yang dibangun ini mestinya diperuntukkan bagi pedagang yang kios dan lapaknya terbakar. Data nama-nama korban sudah didata oleh pemerintah daerah melalui Dinas Sosial dan Disperindag.
Setiap pedagang yang didata berdasarkan dokumen kependudukannya masing-masing dan jenis barang yang dijual.
Dikatakan, hingga saat ini masih ada pekerjaan yang sedang dilaksanakan untuk bangunan baru bagi para pedagang. Bangunan terakhir yang dibangun ini selesai dulu baru bagusnya semua kios dan los dibagi.
“Kalau sistem lotre, sementara pekerjaan sisa bangunan belum selesai. Bisa kacau balau nanti. Ada sekitar 400 pedagang di dalam pasar baru [Sentani], sementara bangunan yang sudah siap baru tiga bangunan besar yang berisikan 250 kios dan lapak, masih tersisa 100-an lebih,” jelasnya. (*)