Sentani, Jubi – Kawasan pegunungan Siklop di Kabupaten Jayapura yang ditetapkan sebagai kawasan cagar alam, saat ini sudah terbuka ratusan hektar perkebunan milik masyarakat di sekitar kawasan itu.
Ketua Pemuda Peduli Lingkungan Hidup (PPLH) Kabupaten Jayapura, Manase Bernard Taime, mengatakan ratusan hektar kebun ini berada di hampir setiap lapisan gunung dan berada di daerah lembah yang setiap perambahan dan penebangan pohon untuk kepentingan kebun tersebut dibuang ke arah sungai besar yang aliran airnya turun ke kota.
Dikatakan, ada enam lapis di pegunungan Siklop, semuanya sudah dirambah untuk dijadikan perkebunan masyarakat lokal. Sisa batang pohon yang turun ke sungai, ditambah dengan longsoran tanah di pinggiran sungai besar, akan membentuk bendungan alami yang suatu saat nanti bisa terbongkar dan mengakibatkan banjir bandang yang lebih besar dari kejadian tahun 2019 lalu.
“Mulai dari lapisan pertama sampai lapisan ke-5 dan ke-6 dirambah dan dijadikan perkebunan berhektar-hektar. Kebun yang ditanami labu siam, gedi, pisang, betatas, bayam, buah merah, rica ini sangat mengancam kehidupan masyarakat yang ada di Kabupaten Jayapura. Sebab kebun liar yang ukurannya berhektar-hektar ini hampir semua mengarah ke kali,” ujar Manase di Sentani, Senin (13/2/2023).
Dari hasil pemantauan PPLH, kata Manase yang beberapa hari lalu berada di pegunungan Siklop, bahwa kebun masyarakat yang hampir menguasai isi pegunungan Siklop ini sangat berbahaya jika tidak dihentikan dengan segera.
“Pohon-pohon berukuran besar bahkan jadi korban ditebang dan dibiarkan begitu saja. Kawasan cagar alam Siklop ini sudah bukan sebagai tempat penelitian, pendidikan, bahkan tempat sumber air bagi masyarakat di Kota Sentani. Suara burung atau unggas yang dari kejauhan yang sebelumnya bisa kami dengar, sudah tidak ada suaranya,” katanya.
Lanjut Taime, Pemerintah Kabupaten Jayapura harus segera membentuk satuan tugas (satgas) pengawasan terhadap kawasan cagar alam Siklop. Aturan, perda, hingga peraturan pemerintah yang ditetapkan sebagai garda dalam pengawasan cagar alam sudah tidak mempan bahkan tidak dilaksanakan dengan baik.
“Sosialisasi demi sosialisasi terus dilakukan hingga terjadi bencana banjir bandang 2019 lalu, sama sekali tidak berpengaruh bagi oknum masyarakat yang tetap merambah dan membuka kebun di kawasan pegunungan Siklop ini,” katanya.
“Bencana tidak mengenal waktu dan tidak memakai jadwal. Mari kita jaga dan lestarikan cagar alam pegunungan Siklop. Karena, pemerintah sendiri yang telah menetapkan pegunungan ini sebagai kawasan bencana permanen,” imbuhnya.
Sebagai pemerhati lingkungan, Taime juga berharap ada perhatian serius terhadap keberadaan kawasan cagar alam Siklop ini sehingga terus memberikan kehidupan bagi masyarakat yang tinggal dan menetap di Kota Sentani.
“Dua maha karya Tuhan bagi masyarakat di Kabupaten Jayapura, gunung Siklop dan danau Sentani, yang tidak ada di tempat lain, harus dijaga dan dilestarikan bagi anak cucu kita kelak,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jayapura, Abdul Rahman Basri, mengatakan pihaknya telah banyak menerima masukan dan laporan terkait perkembangan kawasan cagar alam Siklop.
“Hal ini perlu dukungan semua pihak agar secara bersama kita lakukan pengawasan secara berkala,” katanya. (*)