Sentani, Jubi – Kopi berjenis Arabica Typica yang dibudidayakan secara organik dengan mengandalkan kebaikan alam Kampung Peneli, Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, semakin diminati Hal itu dikatakan Darmo, salah satu pengusaha yang memasarkan kopi Peneli ke berbagai wilayah Indonesia di Sentani, Ibu Kota Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa (10/10/2023).
Darmo bersama istrinya, Niken Kusumarini, telah mengembangkan bisnis kopi Peneli sejak 2014. Darmo mengatakan kopi Peneli memiliki kualitas yang bagus, karena memiliki rasa khas seperti citrus, berry, jeruk, fruity, sweet chocolate, sugar cane, dan peach. Keunggulan utama kopi Peneli dari Pegunungan Bintang adalah budidayanya yang dilakukan secara organik.
”Sebenarnya bisa dibilang semua kopi sama. Namun yang membuat kualitas kopi bagus adalah cara pemupukan dan pengeringan. Masyarakat [yang membudidayakan kopi di Peneli] lebih mengerti cara merawat dan mengeringkannya, walaupun tidak ada alat di sana. Masyarakat menggunakan tangan alami, itu [membuat] kualitas [kopi Peneli] jauh lebih baik, “katanya.
Niken mengatakan biji kopi yang dibeli dari para petani kopi Peneli dari Pegunungan Bintang itu telah diolah dengan standar mutu nasional. Hal itu dibuktikan dengan nilai terbaik yang diperoleh kopi Peneli dalam ajang Kontes Kopi Spesialti Indonesia XIII Tahun 2021 di Jakarta.
“Selama ini kami sudah berlangganan dengan para petani kopi di sana, jadi pengedarannya cukup lancar. Jadi kami juga ikut ajang kontes kopi di Indonesia, mendapat hasil [penilaian yang] bagus. Hasil uji cita rasa oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia [menunjukkan kopi Peneli mendapat] nilai tertinggi, yaitu 84,33” ujarnya.
Tan Tiong (57), pengusaha kopi Papua yang memiliki kedai kopi Prima Garden, mengatakan pada umumnya kopi dari berbagai wilayah di Papua kualitasnya bagus. Kualitas kopi Papua itulah yang membuat Tan Tiong bisa mengembangkan usahanya hingga memiliki tiga cabang kedai kopi Prima Garden-di Sentani, Abepura, dan Kota Jayapura.
Tan Tiong menyatakan ia telah menjadi pelanggan kopi yang dipanen para petani kopi dari Pegunungan Bintang sejak lama, termasuk juga kopi Peneli. “Kalau biji kopinya bagus dan su kering total, itu biasanya [saya] beli dengan harga Rp120-130 ribu [per kilogram]. Kami memikirkan ongkos [pengangkutan] ke sini, dan pekerjaan di sana itu [dilakukan] tanpa alat bantu. Mereka bekerja keras, lalu kualitasnya juga lumayan bagus, jadi kita beli dengan harga segitu, “katanya.
Petani kopi asal Peneli, Notius Kasipka membenarkan jika proses pengolahan kopi Peneli lebih rumit, karena dilakukan secara manual dan tanpa alat. “[Kami] sangat kerja keras. Pada tahapan buka kulitnya, dan proses pengeringan, biasanya makan waktu 1 minggu, kadang juga dua minggu jika cuacanya buruk,” katanya.
Karena kopi Peneli semakin dikenal pasar, para petani kopi Peneli punya peluang menjual kopi panenan mereka di luar Pegunungan Bintang dengan harga yang lebih mahal. “[Kalau] kami jual di kampung sendiri, harganya lebih murah, biasanya jual Rp 80 ribu per kilogram. Kalau [kami] jual di Kota Jayapura atau di Oksibil, itu harganya Rp 110-140 ribu per kilogram, karena kami harus bayar ongkos pesawat [yang] lumayan mahal,” ujar Kasipka. (*)