Sentani, Jubi – Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jayapura, Parson Horota, mengatakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Kabupaten Jayapura 2024 yang berlangsung selama dua hari dari 18 hingga 19 Maret di Kantor Bupati Gunung Merah Sentani, membahas dan mengevaluasi dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) yang akan berjalan selama periode 2023 hingga 2026.
“Di dalam Rakerda ini juga kami lakukan evaluasi semua proses pembangunan yang berlangsung pada 2023 lalu,” ujarnya, di Kantor Bupati, Gunung Merah Sentani, Selasa (19/3/2024).
Dikatakan, Rakerda pertama dalam RPD di tahun pertama dilaksanakan pada 2023 lalu, dan saat ini adalah Rakerda kedua dan RPD tahun kedua yang seluruh capaian programnya dievaluasi, dan indikator makro berskala daerah yang belum dicapai hingga saat ini seperti pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, Kabupaten Jayapura pernah berada dalam kondisi minus lima pertumbuhan ekonominya. Hal ini terus menjadi fokus evaluasi.
“Nilai pertumbuhan ekonomi daerah ini berada pada angka tiga koma sekian, sementara target kita harus berada pada angka tujuh koma sekian. Untuk mencapai target tersebut tentunya harus bersinergi dengan pihak lain,” jelasnya.
Dalam Rakerda ini, ada tiga komisi besar yang akan membedah seluruh fokus program yang sudah dijalankan dan akan dijalankan hingga 2026 nanti, oleh sebab itu dari sisi statistik juga diharapkan ada target capaian yang harus ditetapkan, sehingga akan menjadi kerja bersama yang bersinergi menuju target angka tujuh koma sekian dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
“Badan pusat statistik daerah yang secara teknis akan memberikan solusi target yang harus dicapai,” ujar Parson.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi mengatakan ada banyak program pembangunan yang telah dilaksanakan, tanpa adanya pengawasan dan monitoring langsung di lapangan.
“Aturan diperkuat, izin-izin diperketat sehingga tidak ada izin yang diberikan tanpa melihat aturan yang ditetapkan sebelumnya,” ujar Hana.
Menurutnya, ada banyak proses pembangunan yang dilakukan khususnya di bidang perumahan oleh para pengembang, yang secara masif malakukan aktivitas pembangunan perumahan atau hunian di daerah ini.
“Kita apresiasi langkah positif ini, tetapi apakah semua ini sudah berdasar kepada aturan dan prasyarat yang ditetapkan dalam proses pembangunan. Hal seperti ini perlu menjadi perhatian serius kita bersama,” katanya.
Hana mencontohkan pembangunan di salah satu hunian yang dibangun oleh pihak ketiga maupun pengembang, yang kawasan huniannya dari sisi kenyamanan lingkungan sangat tidak tepat untuk pendirian hunian tetap bagi masyarakat.
“Daerah resapan air yang mengalir dari ketinggian ke kawasan hunian tersebut lalu ditimbun untuk pembangunan rumah tinggal, ini sama saja bawa orang ke dalam bencana. Kita berharap, izin yang dikeluarkan ini perlu dievaluasi atau ditarik kembali. Jangan bikin repot di kemudian hari, kita sudah punya banyak pengalaman dari hunian-hunian seperti ini,” ujarnya. (*)
Discussion about this post