Jayapura, Jubi – Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba menyatakan jumlah temuan kesalahan data penerima beasiswa Otonomi Khusus atau Otsus Papua yang disusun Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Papua bertambah lagi. Kesalahan pencatatan data itu ditemukan setelah data BPSDM Papua yang telah diverifikasi Kementerian Dalam Negeri dicocokkan dengan data dan dokumen orangtua penerima beasiswa Otsus Papua.
Hal itu dinyatakan Jhon Reba di Kota Jayapura, pada Jumat (23/6/2023). “Ketidaksesuaian itu yang kami [temukan dari pencocokan silang dokumen penerima beasiswa yang dibawa orangtua penerima],” ujarnya.
Pencocokan silang dokumen itu dilakukan Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri setelah ratusan penerima beasiswa terlambat menerima pembayaran uang jaminan hidup atau uang sekolah mereka. Sejumlah mahasiswa bahkan terancam dideportasi atau dikeluarkan dari asrama kampus gara-gara telat membayar uang kuliah/uang sewa asrama.
Reba menyatakan hingga Jumat pihaknya telah membandingkan data 3.171 penerima beasiswa Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang disusun BPSDM Papua dengan data dan dokumen 795 mahasiswa penerima beasiswa Otsus Papua. “Itu kerja sama perwakilan orangtua dan mahasiswa di beberapa negara dan mahasiswa di Indonesia. Kami temukan ada beberapa ketidaksesuaian,” katanya.
Reba menyatakan pihaknya menemukan ratusan kesalahan kesalahan pencatatan nomor rekening mahasiswa penerima beasiswa Otsus Papua. Jumlah mahasiswa yang salah dicatat nomor rekeningnya itu mencapai 399 mahasiswa.
Pencocokan silang itu juga menemukan puluhan mahasiswa penerima beasiswa Otsus yang tidak tercantum dalam data BPSDM Papua yang sudah diverifikasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Sejumlah 72 mahasiswa tidak tercantum di dalam data BPSDM Papua. Padahal mereka sedang kuliah, mereka juga terima uang, tetapi nama mereka tidak ada di dalam data BPSDM Papua,” ujar Reba.
Reba menyatakan pihaknya juga menemukan kesalahan pencatatan nama perguruan tinggi tempat mahasiswa penerima beasiswa Otsus berkuliah. Jumlah mahasiswa yang salah dicatat nama perguruan tingginya itu mencapai 75 mahasiswa.
Ada lagi 31 kesalahan data lokasi studi mahasiswa, padahal besaran nilai beasiswa masing-masing mahasiswa ditentukan dari lokasi studinya. Sedikitnya ada seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di luar negeri, namun dicatat BPSDM Papua sebagai mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri.
Selain itu, ada pendobelan nama, di mana nama seorang mahasiswa dicatat dua kali. Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri juga menemukan kesalahan pencatatan domisili asal 138 penerima beasiswa Otsus. Kesalahan pencatatan domisili itu berdampak kepada kesalahan pengelompokan provinsi asal pasca pemekaran Papua dan pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
“Pada saat verifikasi data di Kemendagri, mereka bagi berdasarkan [format] Nomor Induk Kependudukan atau NIK. Ada mahasiswa [yang] pada saat [pencatatan NIK] berasal dari Kabupaten Jayawijaya. Kemudian dia sudah bersekolah di Kota Jayapura, [memakai] KTP Kota Jayapura saat seleksi [beasiswa Otsus Papua], tapi NIK-nya kan tetap NIK Jayawijaya. [Saat dilakukan pembagian per provinsi pasca pemekaran Papua], dia dianggap berdomisili di Jayawijaya, padahal dia sudah berdomisili di Kota Jayapura. Itu yang kami maksud dengan kesalahan domisili,” kata Reba.
Reba menyatakan BPSDM Papua, DPR Papua, perwakilan orangtua, maupun mahasiswa dan pihak terkait harus melakukan pertemuan bersama guna membahas persoalan itu. Reba meminta BPSDM Papua menjelaskan penyebab ada begitu banyak data penerima beasiswa Otsus Papua yang tidak valid/salah catat.
“Jika ada ketidaksesuaian [data], BPSDM Papua harus menjelaskan kenapa tidak sesuai. Supaya semua pihak tahu, lalu pihak yang berkompeten menyampaikan data yang benar. Setelah proses itu selesai, buat berita acara untuk menyatakan data yang sudah diverifikasi dan divalidasi, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan anggaran dan proses pembayaran [beasiswa] yang akan datang,” kata Reba. (*)