Manokwari, Jubi – Ketua Pengadilan Negeri Manokwari, Papua Barat diadukan ke Mahkamah Agung (MA) oleh sekelompok Lawyer yang tergabung dalam Forum Advokat Manokwari Bersatu – AMB.
Pengaduan tersebut buntut dari insiden pengusiran salah satu kuasa hukum dari ruang sidang pengadilan, saat sidang dugaan tindak pidana korupsi pengadaan buku di Wondama, Kamis (27/7/2023) pekan lalu.
Humas Pengadilan Negeri Manokwari, Markham Faried, Senin (31/7/2023) mengatakan, terkait majelis hakim yang melakukan pemeriksaan dalam agenda persidangan Tipikor, pengadaan buku di Teluk Wondama, majelis hakim mengeluarkan salah satu pengacara.
“Majelis hakim mempertimbangkan ketentuan pasal 118 KUHP dan memperhatikan beberapa ketentuan dari Mahkamah Agung Nomor 5 dan Nomor 6 tahun 2020 tentang protokol dan keamanan,” kata Markham Faried.
Selain itu Markham juga menyebut tentang surat edaran Dirjen Badilum Nomor 2 Tahun 2020 tentang tata tertib persidangan.
“Jadi di sana diatur beberapa ketentuan dan itu menjadi pertimbangan majelis hakim yang memandu jalannya persidangan ini tertib sehingga majelis juga punya pertimbangan sendiri,” ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan buku di Teluk Wondama tersebut saat ini masih berjalan sehingga independensi hakim tetap dijaga dalam persidangan tersebut.
Faried juga mengatakan, proses sidang yang dikeluhkan oleh para advokat hingga larut malam itu sebenarnya merupakan hal tanda disengaja karena terdapat kekurangan sumber daya manusia SDM dan fasilitas yang dimiliki Pengadilan Negeri kelas II B Manokwari.
“Ini menjadi evaluasi bagi pimpinan pengadilan negeri Manokwari, tidak kami pungkiri saat ini aspek SDM terutama hakim terbatas, tentu pimpinan telah mengusulkan penambahan hakim supaya bisa menjadi solusi bagi masukan tersebut,” katanya.
Dia menyebut saat ini jumlah Hakim terdapat enam orang termasuk ketua dan wakil ketua pengadilan, hanya empat dari enam hakim karir, lalu Hakim Adhoc Tipikor ada dua lalu hakim adhoc untuk PHI juga ada dua.
“Kita memang sudah mengusulkan penambahan jumlah hakim tetapi semua keputusan ada di pusat,” ucapnya.
Melalui juru bicara Advokat Manokwari Bersatu, Yan Cristian Warinussy saat ditemui di STIH Manokwari mengatakan, hasil pertemuan yang digelar di ruangan rapat STIH Manokwari intinya mengadukan perilaku hakim ke Mahkamah Agung, melalui badan pengawas mahkamah agung.
“Mempersoalkan tentang tindakan, perilaku hakim yang diduga melanggar kode etik tetapi juga merendahkan martabat profesi advokat di Manokwari,” kata Yan Cristian Warinussy.
Yan menyebut profesi advokat dilindungi oleh UU melalui UU Nomor 18 Tahun 2003.
“Jadi ada tindakan yang dilakukan oleh oknum ketua pengadilan negeri Manokwari, ibu Belinda Ursula Mayor, terhadap dua teman pengacara kita, pertama itu dilakukan terhadap salah satu advokat senior Demianus Waney kedua dilakukan terhadap saudara Adri Pitoy,” katanya.
Terhadap Waney, kata Yan Warinussy persoalannya lebih pada silang pendapat (diruangan sidang) antara Hakim Ketua dengan Demianus Waney. Saat itu (Waney) diperingati untuk dikeluarkan dari ruang sidang jika yang bersangkutan tetap bertanya berdasarkan penilaian hakim itu bersifat mengulang dan menyimpang dari berita acara.
“Karena ibu ini berpatokan pada berita acara penyidik yang dianggap sebagai sesuatu yang paten, padahal dalam hukum acara pidana berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan seperti itu, keterangan yang diberikan dalam persidangan memungkinkan bagi hakim untuk memutuskan sebuah perkara pidana,” katanya.
Saat persidangan pada Kamis, pengacara Adri Pitoy sedang menggali kebenaran yang disampaikan oleh saksi.
“Saat itu juga kemudian Ketua Majelis meminta kuasa hukum Adri Pitoy agar keluar dari ruangan sidang, dengan menyebut sekarang juga saudara keluar, saya skor sidang dan saudara keluar,” tutur Warinussy.
Saat itu Adri kata Yan tetap meminta maaf kepada majelis hakim, namun Ketua Majelis tetap bersikukuh mengeluarkan advokat tersebut.
“Kita berharap ada tindakan tegas dari majelis hakim, setidak-tidaknya mencopot Ibu Ketua dan memindahkannya dari Manokwari,” ucapnya.
Yan menyebut selama ini hubungan para advokat dengan pimpinan ketua pengadilan sebelumnya baik saja, namun bagi mereka ketua majelis yang juga merupakan perempuan asli Papua ini dianggap kurang harmonis.
“Para pimpinan pengadilan sebelumnya sebut saja pak Soni maupun pak Cahyono dengan kami tidak ada masalah seperti ini, komunikasi antara kita dengan kita baik sekali di luar ruangan sidang saling menyapa meski kita tetap menjaga wibawa hakim,” ucapnya.
Selain hal tersebut di atas, para advokat di Manokwari juga menganggap selama proses persidangan di pengadilan negeri Manokwari, belum pernah sidang berlangsung hingga larut malam, namun sejak di pimpin oleh Ketua Pengadilan saat ini proses sidang kerap berakhir larut malam.
“Ada pernah sidang kasus klaim kami beberapa pekan kemarin berakhir hingga pukul 03.00 WP dini hari, ini tidak seperti biasanya,” ungkap Yan.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!