Jayapura, Jubi – Tim gabungan TNI-Polri pada Senin (20/2/2023) mengevakuasi 18 warga dari sejumlah pekerja bangunan dari Distrik Alama di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, ke Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan evakuasi itu dilakukan untuk menghindari ancaman kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB.
Menurut Benny, 18 warga dan sejumlah pekerja bangunan itu dievakuasi menggunakan Helly Karakal TNI AU, EC-725/HT-7201. “Helly Karakal TNI AU dipiloti Mayor Pnb Arif Khoirudin, dengan jumlah personel penyelamatan sebanyak enam orang, dan dipimpin langsung Komandan Resor Militer 172/PWY,” kata Benny di Kota Jayapura, Senin.
Benny menyatakan proses evakuasi berjalan aman dan lancar. Saat ini, para warga dan pekerja yang dievakuasi telah menjalani pemeriksaan medis di RSUD Mimika di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika. “Jadi setelah melakukan pendaratan Pangkalan Udara Bandara Mozes Kilangin Timika, para pekerja dan masyarakat dibawa ke RSUD Mimika, guna menjalani pemeriksaan kesehatan,” ujarnya.
Ketegangan dan risiko esklasi konflik bersenjata di Kabupaten Nduga terus terjadi pasca pembakaran pesawat milik Susi Air dan penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens di Distrik Paro, Nduga, pada 7 Februari 2023 lalu. Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua, Pdt Tilas Moom MTh menyatakan ketegangan itu telah membuat warga dari Distrik Yuguru, Geselama, Yenggelo dan Mapenduma di Kabupaten Nduga ikut mengungsi. Keempat distrik itu adalah distrik yang berdekatan dengan Distrik Paro.
Pdt Tilas Moom MTh mengatakan reaksi masyarakat untuk mengungsi ke daerah lain hingga lintas kabupaten itu berangkat dari trauma masa lalu yang melibatkan konflik bersenjata antara pihak TNI dan kelompok TPNPB. Para warga takut menjadi korban salah sasaran operasi militer yang digelar aparat keamanan di Nduga.
“Umat kami, baik dari Kingmi di Tanah Papua dan GKII, tersebar di kampung dan distri itu. Begitu masalah [penyanderaan] itu [muncul], mereka tahu harus lari ke daerah yang aman. Mereka jalan kaki lewat hutan ke ibu kota [Kenyam], atau ke Wamena, Timika. Karena pengalaman dulu, seperti pada [kasus penyanderaan] Mapenduma tahun 1996, terjadi operasi militer [untuk] mengejar kejar OPM [TPNPB]. Itu rumah umat kami hancur, kebun hancur, babi ternak mati. Gereja juga hancur. Pendeta dan umat kami dapat tembak, mati. Pengalaman itu buat umat gereja kami takut [dan] lari ke daerah lain seperti Timika atau Wamena,” kata Moom di Jayapura, Jumat (17/2/2023). (*)