Jayapura, Jubi – Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri mengadu persoalan tunggakan beasiswa Siswa Unggul Papua ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua. Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (16/1/2024).
“Kami datang ke Komnas Papua untuk mengadu persoalan yang dihadapi anak-anak kami,” katanya.
Reba mengatakan para orangtua mengadu ke Komnas HAM lantaran Pemerintah Provinsi Papua tidak kunjung membayar tunggakan pembiayaan beasiswa Siswa Unggul Papua, hingga berdampak terhadap studi anak mereka. Sejumlah penerima beasiswa Siswa Unggul Papua terancam putus kuliah karena dideportasi, dikeluarkan dari kampus, atau batal wisuda.
“Kami ambil langkah ini karena sudah ada beberapa korban mahasiswa baik di luar negeri dan dalam negeri. Kami merasa harus ada penanganan terhadap korban-korban mahasiswa,” ujarnya.
Setidaknya terdapat 1.347 mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri dan 276 mahasiswa yang berkuliah di luar negeri dengan beasiswa Siswa Unggul Papua, program beasiswa khusus bagi Orang Asli Papua. Mereka berasal dari Kota Jayapura (636 mahasiswa), Kabupaten Jayapura (472 mahasiswa), Kabupaten Biak Numfor (238 mahasiswa), Kabupaten Kepulauan Yapen (105 mahasiswa), Kabupaten Supiori (59 mahasiswa). Ada juga mahasiswa dari Kabupaten Keerom (38 mahasiswa), Kabupaten Sarmi (37 mahasiswa), Kabupaten Mamberamo Raya (23 mahasiswa) dan Kabupaten Waropen (15 mahasiswa).
Ribuan penerima beasiswa Siswa Unggul Papua itu terancam putus kuliah gara-gara Pemerintah Provinsi Papua tidak kunjung membayar biaya kuliah maupun biaya hidup periode Juli – Desember 2023. Pemerintah Provinsi Papua menyatakan tidak memiliki cukup anggaran untuk membayar tunggakan itu, karena berkurangnya nilai Dana Otonomi Khusus Papua yang mereka kelola dan pembentukan tiga provinsi baru.
Reba mencontohkan tiga mahasiswa yang berkuliah di Selandia Baru harus kembali ke Jayapura pada Januari 2023, karena Pemerintah Provinsi Papua tidak membayar biaya kuliah mereka pada 2022. Ada pula 16 mahasiswa yang seharusnya diberangkatkan ke Amerika Serikat untuk melanjutkan kuliah pada Januari 2024, namun tak kunjung diberangkatkan gara-gara Pemerintah Provinsi Papua tidak menerbitkan surat sponsor mereka.
“Sampai hari, tidak jelas nasib mereka, sehingga kami mengambil langka mengadu ke Komnas HAM Papua. Mereka korban, mereka kehilangan masa studi. Kondisi itu sama persis terjadi dengan 33 mahasiswa yang terjadi pada awal 2023. Mereka tidak berangkat karena masalah garansi finansial. Setelah orangtua berdemo, duduki kantor gubernur [baru mereka bisa berangkat],” katanya.
Reba mengatakan para penerima beasiswa Siswa Unggul Papua sangat dirugikan oleh tersendatnya pembayaran beasiswa itu. “Kami mengadu supaya tidak ada korban-korban lain. Siklus permasalah ini harus diselesaikan,” ujarnya. (*)
Discussion about this post