Jayapura, Jubi – Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri menilai Pemerintah Provinsi Papua melepas tanggung jawab mengurus mahasiswa penerima beasiswa Siswa Unggul Papua. Akibatnya, tunggakan pembayaran biaya kuliah maupun biaya hidup para penerima beasiswa Siswa Unggul Papua tidak kunjung dibayar, hingga membuat sejumlah penerima beasiswa Siswa Unggul Papua terancam putus kuliah karena dideportasi, dikeluarkan dari kampus, atau batal wisuda,
Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Selasa (9/1/2024). “Jadi Pemerintah Provinsi Papua ini terkesan lepas tangan. Pejabat Pemerintah Provinsi Papua yang mengerti betul mengelola uang [Dana] Otonomi Khusus dan pendidikan itu tidak punya hati. Itu saja, mereka tidak punya hati,” ujarnya.
Reba mengatakan pengelolaan beasiswa Siswa Unggul Papua masih merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Papua. Reba mengatakan hal itu berdasarkan kesepakatan bersama yang dibuat pada 26 Juli 2023. Dalam kesepakatan itu masing-masing pemerintah provinsi di Tanah Papua mengoordinasi pemerintah kabupaten/kota untuk membantu memberikan bantuan keuangan kepada pemerintah provinsi mulai tahun anggaran 2024 dan seterusnya, sesuai besaran alokasi anggaran yang disepakati bersama.
“Yang kami lihat, ini [para pihak] saling lempar tanggung jawab, dan saya sudah berbicara berulang-ulang dan ada kesepakatan yang dibuat semua kepala daerah pada 12 April dan 26 Juli 2023. Kesepakatan itu memuat bahwa persoalan beasiswa menjadi tanggung jawab masing-masing provinsi. Kami datang sudah berkali-kali, [Pemerintah Provinsi Papua] malah lepas tanggung jawab ke [pemerintah] kabupaten/Kota. Itu bukan urusan [pemerintah] kabupaten/kota. Jangan jadi alasan karena pembagian uang Otsus itu jadi pemerintah kabupaten/kota pikul beban ini. Itu keliru,” katanya.
Reba mengatakan dalam pembiayaan beasiswa Siswa Unggul Papua, pemerintah kabupaten/kota sifatnya hanya membantu menyiapkan anggaran untuk diserahkan kepada pemerintah provinsi. “Jadi bukan beasiswa ini diurus oleh [pemerintah] kabupaten/kota. Itu perlu dipahami secara baik. Kesepakatan itu jelas,” ujarnya.
Reba mengatakan penerima beasiswa Siswa Unggul Papua dari Provinsi Papua terdapat 1.347 mahasiswa berkuliah di dalam negeri dan 276 mahasiswa yang berkuliah di luar negeri. “Jadi totalnya 1.623 mahasiswa. Ini data mahasiswa penerima beasiswa Siswa Unggul Papua dari Provinsi Papua,” ujarnya.
Reba mengatakan ribuan mahasiswa penerima beasiswa Unggul Papua dari Provinsi Papua itu terdiri atas Kota Jayapura (636 mahasiswa), Kabupaten Jayapura (472 mahasiswa), Kabupaten Biak Numfor (238 mahasiswa), Kabupaten Kepulauan Yapen (105 mahasiswa), Kabupaten Supiori (59 mahasiswa). Ada juga mahasiswa dari Kabupaten Keerom (38 mahasiswa), Kabupaten Sarmi (37 mahasiswa), Kabupaten Mamberamo Raya (23 mahasiswa) dan Kabupaten Waropen (15 mahasiswa).
Reba mengatakan tunggakan pembayaran beasiswa Siswa Unggul Papua periode Juli hingga Desember 2023 membuat para mahasiswa terancam putus sekolah, dideportasi, cuti, dan batal wisuda.
“Hari ini kami orangtua kembali lagi ke kantor Gubernur Provinsi Papua masih berkaitan dengan beasiswa Siswa Unggul Papua yang belum selesai. Perlu diketahui bahwa anak-anak berkuliah di luar negeri terancam dideportasi, dan kemudian anak-anak di dalam negeri terancam dicutikan atau di drop-out dari kampus mereka. Apa yang kami khawatirkan benar-benar terjadi,” katanya.
Reba mengatakan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Papua telah mengirimkan surat kepada bupati/walikota di Provinsi Papua per 19 Desember 2023 untuk meminta membayarkan tunggakan beasiswa Siswa Unggul Papua. Dalam surat itu menyebutkan membutuhkan anggaran Rp116,78 miliar untuk membayar tunggakan beasiswa sebanyak 1.623 mahasiswa.
Biaya ratusan miliaran itu antara lain terdiri dari Rp11,4 miliar untuk membayar biaya pendidikan para mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri, dan Rp 50,36 miliar untuk membayar pendidikan para mahasiswa yang berkuliah di luar negeri. Sisa lainnya adalah nilai anggaran untuk membayar biaya hidup bagi para mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri (Rp17,5 miliar) dan luar negeri (Rp37,5 miliar).
“Kami dari orang tua heran dengan langkah Pemerintah [Provinsi Papua]. Pada akhir tahun anggaran, data tunggakan baru kirim ke kepada kabupaten/kota. Kenapa data tidak dikirim pada Agustus, September, atau Oktober, saat ada sidang anggaran perubahan. Itu [Pemerintah Provinsi Papua kirim] di akhir tahun anggaran, dan itu jadi masalah sampai saat ini,” katanya.
Reba mengatakan kelalaian Pemerintah Provinsi Papua itu membuat nasib para penerima beasiswa Siswa Unggul Papua terkatung-katung. Ia juga mempertanyakan mengapa Pemerintah Provinsi Papua tidak kunjung membayar tunggakan beasiswa itu, dan malah mengirimkan stafnya untuk berangkat ke Amerika Serikat.
“Saat ini anak-anak kami sedang menangis di Amerika Serikat, Australia, di negara lain, dan di dalam negeri. Pejabat kita hari ini berangkat tinggalkan Papua untuk pergi ke Amerika Serikat. Ke Amerika Serikat itu untuk apa? Berangkat ke Amerika dengan jumlah di atas 20 orang itu untuk apa? Cukup bisa selesaikan di Papua saja, atau ke Jakarta untuk selesaikan. Kenapa ke Amerika Serikat?” ujarnya.
Kuliah ditunda
Salah satu mahasiswa penerima beasiswa Siswa Unggul Papua, Paul Kabes mengatakan ia bersama 15 mahasiswa lainnya dari Provinsi Papua harus melanjutkan kuliah di Amerika Serikat pada Januari 2024. Mereka berasal dari Kota Jayapura (8 mahasiswa), Kabupaten Jayapura (6 mahasiswa), Kabupaten Kepulauan Yapen (1 mahasiswa) dan Kabupaten Supiori (1 mahasiswa).
Kabes mengatakan seharusnya ia melanjutkan perkuliahan di Western Michigan University. Namun, Kabes dan 15 temannya tidak tidak bisa berangkat ke Amerika Serikat, karena Pemerintah Provinsi Papua maupun pemerintah kabupaten/kota tidak menerbitkan surat sponsor bagi mereka.
“Kami dari Provinsi Papua ada 16 mahasiswa, seharusnya berangkat pada Januari 2023. Kami dijadwalkan transfer ke kampus luar negeri. [Tapi] teman-teman beberapa sudah ada di Papua, dan beberapa dalam perjalan pulang ke Papua, beberapa pakai kapal,” kata Kabes di Kota Jayapura pada Selasa.
Kabes mengatakan telah menghadap Pemerintah Provinsi Papua maupun pemerintah kabupaten/kota terkesan saling lempar tanggung jawab. “Kami yang dari Kota Jayapura kemarin ketemu dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Jayapura dan Kepala BPKAD Kota Jayapura. Penjelasan dari Pemerintah Kota Jayapura bahwa mereka belum siap biayai kami. Dari Pemerintah Provinsi Papua, dong bilang itu kewenangan dari kabupaten/kota,” katanya.
Kabes berharap Pemerintah Provinsi Papua harus bertanggung jawab membiayai mereka. “Keputusan kami akan teruskan hak kami. Pemerintah sudah rekrut tong jadi dong harus tetap lanjutkan tugas biaya kami,” ujarnya. (*)