Arso, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengimbau warga negara untuk menggunakan hak pilih secara kritis dan rasional dalam pemungutan suara Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Penggunaan hak pilih dengan kritis akan bisa memilih pemimpin dan wakil rakyat terbaik yang akan menduduki lembaga eksekutif dan legislatif.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro di Jakarta, pada Selasa (13/2/2024). Atnike mengatakan Komnas HAM berpandangan bahwa Pemilu 2024 merupakan momentum yang sangat menentukan bagi masa depan demokrasi bangsa serta pemenuhan hak sipil dan politik seluruh warga negara.
Atnike mengatakan masyarakat diharapkan tidak hanya mempelajari visi, misi dan program kerja para kandidat tetapi juga rekam jejak dan pengalaman para kandidat. Ia berharap pemilih bijaksana dan kritis dalam menanggapi berbagai isu yang berkembang saat ini serta mengabaikan berbagai tindakan manipulasi seperti hoax, isu SARA maupun politik uang.
Atnike berharap masyarakat juga turut serta secara aktif mengawasi pelaksanaan pemungutan suara agar berjalan sesuai aturan kode etik dan nilai-nilai demokrasi. “Kepada seluruh jajaran penyelenggara Pemilu agar mengedepankan profesionalitas dan integritas. [Secara khusus] dalam menjamin terpenuhinya hak pilih seluruh warga negara terutama hak pilih kelompok marginal-rentan,” ujarnya.
Atnike mengatakan seluruh penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga di Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus bekerja dengan penuh integritas, imparsial dan transparan dalam menjamin kemurnian hasil Pemilu. Atnike mengatakan manipulasi suara adalah bentuk pelanggaran terhadap hak sipil dan politik warga negara.
Menurut Atnike, penyelenggara negara dan aparatur negara wajib menjamin dan memastikan bahwa penyelenggaraan pemungutan suara berjalan secara netral dan partisipatif untuk menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Atnike mengatakan Komnas HAM menekankan bahwa berbagai tindakan penyalahgunaan kewenangan seperti keberpihakan, mobilisasi atau intimidasi untuk pemenangan salah satu peserta Pemilu bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan.
“Kepada seluruh pejabat negara, penyelenggara negara dan aparatur negara termasuk aparatur sipil, militer, keamanan, dan intelijen untuk mengambil tanggung jawab sesuai mandat masing-masing. Dan secara bersama-sama memastikan bahwa penyelenggaraan Pemilu berlangsung secara Luber, Jurdil dan sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,” katanya. (*)
Discussion about this post