Sentani, Jubi – Dalam lima tahun atau satu lustrum terakhir (2019-2023), puncak kasus malaria di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua terjadi pada 2022, yaitu sebanyak 47.953 kasus. Demikian disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Pungut Sunarto SKM kepada Jubi di ruang kerjanya di Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (26/4/2024).
“Lima tahun terakhir meningkat pada 2022 dan turun menjadi 45.462 kasus pada 2023,” ujarnya.
Rincian jumlah kasus malaria yang ditemukan di Kabupaten Jayapura, pada 2023 sebanyak 45.462 kasus, 2022 sebanyak 47.953 kasus, 2021 sebanyak 26.218 kasus, 2020 sebanyak 20.030 kasus, dan 2019 sebanyak 21.472 kasus.
“Berdasarkan data itu, angka tersebut sepertinya stagnan sekitar 20.000-an kasus. Artinya, kurang intervensi untuk penemuan kasus,” ujarnya.
Menurut Pungut, prinsip penanganan malaria harus ditemukan secepat mungkin untuk memberantasnya. Karena itu pada Oktober 2022 Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura mengadakan kegiatan intervensi dengan nama ‘Gebrak Malaria’. Karena itulah pada 2022 itu ditemukan puncak kasus malaria di Kabupaten Jayapura.
Kegiatan ‘Gebrak Malaria’ melibatkan 300 lebih kader malaria yang tersebar di Kabupaten Jayapura.
“Jadi karena memang ada intervensi, kami betul-betul sampai ke akar rumput, sampai ke masyarakat. Kader mengunjungi bersama petugas kesehatan melakukan penemuan kasus di Kabupaten Jayapura,” katanya.
Ia mengatakan semua kampung di Kabupaten Jayapura sudah memiliki kader malaria. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 41/2018, kader diberi kewenangan untuk daerah khusus. “Seperti di Papua ini untuk melakukan deteksi dini dan memberikan obat sesuai protap yang sudah diatur oleh Permenkes,” ujarnya.
Kemudian, data setahun terakhir atau 2023 jumlah kasus malaria terbanyak secara absolut ditemukan di Puskesmas Sentani Kota sebanyak 9.899 kasus. Akan tetapi, kata Pungut, berdasarkan indikator lainnya, Annual Parasite Incidence (API), bukan Puskesmas Sentani, melainkan di Puskesmas Unurum Guay yaitu 687 per seribu penduduk.
“Jadi separuh lebih [warga Unurum Guay] memang sering malaria, kemudian disusul Puskesmas Airu 651 per seribu, Puskesmas Namblong 489 per seribu, Puskesmas Dosay 452 per seribu, dan Puskemas Nimbokrang 377 per seribu. Sedangkan yang terkecil adalah Puskesmas Yokari 98 per seribu,” ujarnya.
Pungut Sunarto menyebutkan faktor yang mempengaruhi tingginya kasus malaria, yang pertama adalah pengobatan. Contohnya pengobatan malaria tropika dianjurkan minum obat selama tiga hari ditambah satu primaquine atau malaria tertiana dianjurkan minum obat tiga hari ditambah primaquine selama 14 hari. Obat primaquine tidak diperuntukkan ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi 0-6 bulan.
“Pengobatan malaria ini saya yakin tidak tuntas, artinya kalau begitu positif dapat obat, mungkin dia rasa minum satu sampai dua hari enak, obatnya disimpan,” katanya.
Berikutnya, tidak menggunakan kelambu. Menurut Pungut, di zaman sekarang jarang yang menggunakan kelambu saat tidur. Padahal penggunaan kelambu dapat melindungi dari gigitan nyamuk saat tidur, karena nyamuk tersebut menggigit mulai dari pukul 6 petang sampai 6 pagi.
Untuk menghindari gigitan nyamuk, kata Pungut, kita bisa memanfaatkan tanaman yang ada di sekitar, misalnya serei, zodia, dan bunga tahi ayam. “Saya sudah coba sendiri, sereh dipotong-potong atau ditumbuk hingga mengeluarkan aroma. Apabila sudah kering bisa dibakar untuk pengganti obat nyamuk,” ujarnya.
Selain itu menjaga lingkungan dari genangan air, seperti aliran air got yang tergenang, pijakan kaki sapi, dan wadah atau penampungan air. Ia berpesan kepada masyarakat untuk rutin membersih penampungan air seminggu sekali dan melakukan kerja bakti.
“Bila ada aliran air got yang tergenang, usahakan dialirkan, bila tidak bisa maka hubungi petugas Puskesmas untuk meminta insektisida agar jentik-jentik itu mati, jika tidak ada bisa minta di Dinas Kesehatan,” katanya.
Ia berharap upaya-upaya pencegahan yang dilakukan bisa menurunkan kasus malaria, khususnya di Kabupaten Jayapura.
“Mudah-mudahan tahun ini bisa lebih turun lagi, targetnya kami harapkan 50 persen kasusnya turun pada 2024 ini. Sekitar 25-30 ribuan kasus], mungkin tidak bisa sampai 50 persen tapi, 40-30 persen bersyukur itu, ‘peluru’ kita cukup untuk menurunkan itu,” ujarnya. (*)
Discussion about this post