Jayapura, Jubi – Empat komunitas dan lembaga di Papua, Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua, Rojali (Rombongan Jayapura Peduli), West Papua Feminist Forum, dan Swata Akar Papua menggelar Talk Show Dari Ko Sa Belajar meghadirkan pembicara perempuan bertajuk “Sista 2 Sista” di Isasai Cave & Venue yang terletak di pinggir Danau Sentani, Kampung Waena, Heram, Kota Jayapura, Papua, Jumat (1/3/2024).
Kegiatan menyambut Hari International Women’s Day itu menghadirkan enam aktivis perempuan dan pengusaha Papua, yaitu Paulina Usion (aktivis disabilitas), Friska (Rojali), Usilina Epa (pengusaha), Dessy Manggaprouw (aktivis perempuan), Latifa B Alhamid (Majelis Muslim Papua), dan Aellviero S Yaslin (Swara Akar Papua).
Latifa Alhamid dari Majelis Muslim Papua mengatakan ia adalah perempuan Papua, memiliki tanah adat dan beragama Islam. Ia mengaku bangga dengan identitas dirinya. Hal itu, katanya, terbukti dari marganya ‘Alhamid’ yang memiliki tanah adat di Pulau Alhamid di Kaimana.
Friska dari Rojali mengaku bangga dengan statusnya sebagai transpuan. Ia mengatakan menghargai dirinya, berjuang untuk tetap bertahan di tengah desakan dan bisikan, dan ia sudah membuktikan bahwa ia bisa.
Aktivis disabilitas Paulina Usior yang diberi kesempatan untuk berbagi kisah perjuangan hidup yang dilewatinya menceritakan, meski memiliki keterbatasan ia sama sekali tidak mau bergantung kepada keluarganya.
Di hadapan peserta yang tidak hanya perempuan, tetapi juga beberapa mahasiswa laki-laki, Usior menceritakan berbagai pengalaman hidupnya. Ia sempat merantau ke beberapa daerah di Indonesia. Ia juga mengaku selalu giat mengasah kemampuanya dan melakukan pekerjaan apa saja.
Usior membuktikan di balik keterbatasan pada dirinya, sama sekali tidak membatasi aktivitasnya. Ia juga giat menyuarakan hak-hak kaum disabilitas di Tanah Papua agar dapat menikmati fasilitas umum yang ramah bagi kaum disabilitas.
Aktivis Perempuan Dessy Manggaprouw mengaku bangga lahir sebagai perempuan. Ia juga berbagi kisah perjuangannya sewaktu kecanduan narkoba dan bagaimana ia menjalani rehabilitasi.
“Saya bangga sebagai perempuan Papua, perempuan Papua itu istimewa. Saya pernah kecanduan narkoba, melewati rehabilitasi, dan bisa aktif di Komunitas Pecandu Narkoba di Jayapura. Saya juga selalu menyibukkan diri saya untuk bergabung di berbagai komunitas di Jayapura,” ujarnya.
Salah satu pengusaha perempuan Papua, Usilina Epan membagikan kisah perjuangannya dalam membangun usaha kafe. Sekarang ia sudah bisa mengembangkan usaha kafenya.
Aellviero S Yaslin dari Swara Akar Papua membagikan kisahnya keluar dari kekerasan yang pernah dialaminya saat berpacaran dulu.
Pegawai Isasai Cafe dan Venue, Elki Silak ternyata juga tertarik dengan apa yang dibahas di talk show itu.
“Isu yang diangkat setiap pembicara itu sangat menarik, waktu saya dengar kakak dari transpuan membagikan kisah perjuangannya sebagai transpuan, pikiran saya mulai terbuka dan sadar kalau mereka juga memiliki keahlian dan mereka punya hak untuk dihargai,” kata Elky Silak.
Ia juga tertarik dengan apa yang disampaikan Latifa Alhamid dari Majelis Muslim Papua. Ia baru mengetahui ternyata OAP muslim itu ada di Papua, di Wamena, Fakfak, dan Kaimana.
“Mungkin karena faktor kemampuan berpikir kita terbatas dan selama ini muslim itu hanya di Jawa saja, tapi ternyata saudara-saudara kita muslim Papua juga ada, hidup di tengah-tengah kita,” ujarnya.
Ia juga tertarik dengan apa yang disampaikan Usilina Epa. Selama ini, katanya, yang dipikirkan orang Papua adalah selesai kuliah jadi pegawai negeri. Sudah begitu, waktu hendak memulai usaha kebanyakan orang Papua memikirkan butuh modal yang besar.
Terkait cerita tentag disabilitas, Elky Silak mendapatkan pelajaran bahwa mereka meskipun punya banyak keterbatasan tapi mau berjuang.
“Beda dengan kita yang serba ada, kebanyakan kita malas. Sebenarnya kita harus belajar dari saudara-saudara disabilitas,” ujarnya (*)