Jayapura, Jubi – Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri meminta Pemerintah Provinsi Papua segera menerbitkan Financial Guarantee atau jaminan pembiayaan baru bagi 303 penerima beasiswa Siswa Unggul Papua yang sedang menempuh studi di luar negeri. Pasalnya, Financial Guarantee yang lama akan berakhir, sementara pembayaran beasiswa bagi 303 penerima beasiswa itu masih tertunggak.
Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (13/12/2023).
“Financial Guarantee merupakan salah satu syarat untuk bisa berkuliah di luar negeri. Financial Guarantee [yang telah diterbitkan] Pemerintah Provinsi Papua akan berakhir pada 31 Desember 2023. Kami meminta agar Pemerintah Provinsi Papua segera menerbitkan Financial Guarantee atau sponsor letter baru bagi mahasiswa yang saat ini berkuliah di kampus luar negeri,” katanya.
Reba mengatakan ratusan mahasiswa itu sedang menempuh studi di berbagai perguruan tinggi luar negeri. Mereka tersebar di Amerika (184 orang), Australia (50 orang), Selandia Baru (35 orang), Rusia (20 orang), Singapura (5 orang). Ada juga yang berkuliah di Jepang (3 orang), Jerman (2 orang), Kanada (2 orang), satu mahasiswa di Cina, dan seorang mahasiswa di Inggris.
Reba mengatakan Pemerintah Provinsi Papua belum membayar biaya studi ratusan mahasiswa itu untuk periode Januari – Mei 2023 dan September – Desember 2023. Reba mengatakan para mahasiswa ini sudah mendapatkan peringatan dari pihak kampus agar segera melunaskan biaya studinya.
“Belum dibayarkan sehingga mereka mendapatkan peringatan. Di luar negeri itu kan ada tiga semester dalam satu tahun. Ada semester musim semi [pada Januari – Mei], musim panas, [pada Juni – Agustus] dan [pada September-Desember],” ujarnya.
Reba mengatakan jika Pemerintah Provinsi Papua tidak menerbitkan Financial Guarantee yang baru, ratusan mahasiswa penerima beasiswa Siswa Unggul Papua terancam putus kuliah dan dideportasi dari negara studinya.
“Mereka masih diizinkan mengikuti ujian, tetapi setelah ujian jika pembayaran belum diselesaikan maka mereka punya potensi besar dikirim pulang karena tidak membayar biaya kuliah. Otomatis mereka tidak bisa melanjutkan studi dan itu akan bermasalah dengan visa mereka. Jadi ancaman deportasi sudah terjadi dengan anak-anak kita,” katanya.
Reba mengatakan keterlambatan pembayaran biaya studi ikut berdampak terhadap proses studinya. Menurut Reba ada mahasiswa yang memilih untuk tidak ke kampus lantaran belum dibayarkan biaya studi.
“Mereka punya mental dan psikologi sangat terganggu. Mereka mau fokus belajar untuk kuliah atau harus berpikir tentang biaya. Mereka jadi malu karena hampir setiap saat mereka ditanyakan tentang biaya kuliah jadi secara psikologis mereka terganggu. Itu dampak yang dirasakan oleh anak-anak kita,” ujarnya.
Reba mengatakan para orangtua telah menyampaikan masalah ini kepada Pemerintah Provinsi Papua, namun belum ada jawaban dari pemerintah. Reba meminta agar Pemerintah Provinsi Papua segera mengeluarkan surat jaminan pembiayaan atau setidaknya segera menyelesaikan tunggakan biaya studi mahasiswa.
“Dalam pertemuan [Selasa] tanggapan pemerintah Provinsi Papua adalah melalui Penjabat Sekda Papua belum ada kepastian tapi jawaban/informasi yang disampaikan masih berkoordinasi secara teknis bagaimana persoalan finansial garansi dan belum jelas kapan mulai pembayaran karena mereka masih melakukan rapat koordinasi,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!