Jayapura, Jubi – Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa (12/12/2023). Mereka menuntut Pemerintah Provinsi Papua segera membayar tunggakan beasiswa Siswa Unggul Papua periode Juli – Desember 2023, karena anak-anak mereka terancam putus sekolah karena drop-out.
Mereka yang berunjuk rasa adalah orangtua para penerima beasiswa Siswa Unggul Papua yang tengah berkuliah di berbagai perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
Dalam aksinya para orangtua membentangkan spanduk bertuliskan “Selamatkan Pendidikan Anak Papua, Jangan Rusak Masa Depan Papua!”, “Pendidikan yang Bermartabat adalah Hak Konsitusi dan Hak Asasi Manusia”, dan “Mahasiswa Papua Sekarat di Negeri Orang”.
Secara bergantian orangtua melakukan orasi menyampaikan keprihatinan atas kondisi anak-anak mereka. “Sangat-sangat lah aneh ketika program ini tidak mendapatkan dukungan berkelanjutan,” ujarnya salah satu orangtua mahasiswa, Delila Wasti dalam orasinya.
Delia mengatakan anaknya Santa Maria Dea Vega Taribaban sedang menempuh studi di Fakultas Pertambangan Universitas Trisakti. Ia menyatakan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Papua belum dibayarkan biaya pendidikan periode Juli – Desember 2023 senilai Rp25 juta, dan biaya hidup yang menjadi komponen beasiswa Siswa Unggul Papua.

Delila mengatakan Program beasiswa Siswa Unggul Papua merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Papua, dan meminta tunggakan pembayaran beasiswa harus diselesaikan.
“[Beasiswa itu] menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Papua, karena itu adalah program kalian. Sekarang mereka menderita, kalian janji akan membiayai mereka dengan Dana Otonomi Khusus, tapi sampai saat ini kami datang mengemis,” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba mengatakan BPSDM Papua menunggak pembayaran beasiswa periode Juli – Desember 2023 untuk 1.718 mahasiswa asli Papua di dalam dan luar negeri. Reba mengatakan para mahasiswa itu terancam dikeluarkan dari kampus, tidak bisa mengikuti ujian, dan bahkan akan dideportasi dari negara tempat studinya.
“Salah satu mahasiswi di Kota Jayapura sudah tidak bisa ikut ujian karena belum bayar pendidikan. Ada mahasiswa di Amerika Serikat, Calvin Hamadi sudah tidak kuliah lagi dan [harus] bekerja [untuk bertahan hidup]. Itu dampak-dampak dari keterlambatan pembayaran beasiswa,” ujarnya.

Reba mengatakan pihaknya melakukan demonstrasi untuk menagih komitmen Pemerintah Provinsi Papua guna menyelesaikannya persoalan beasiswa ini.
“Kami mempertanyakan nurani pemerintah [untuk menyelesaikan persoalan beasiswa]. Anak-anak kami sedang berkuliah di 12 negara . Kegagalan dari pendidikan anak-anak kami dapat mencoreng wibawa pemerintah provinsi Papua dan negara Republik Indonesia,” ujarnya.
Reba mengatakan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri tertanggal 7 Desember 2023 telah menyatakan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota se-Papua harus segera membayar tunggakan beasiswa selambat-lambatnya 15 Desember 2023. Surat edaran itu bahkan mengizinkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pergeseran anggaran dengan melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD 2023.
Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan. “Kami melihat tidak ada niat yang baik dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Saling lempar tanggung jawab
Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah kabupaten/kota di Papua terus saling melempar tanggung jawab untuk membayar beasiswa Siswa Unggul Papua. Pemerintah Provinsi Papua berulang kali menyatakan tidak memiliki cukup anggaran untuk membayar beasiswa Siswa Unggul Papua (SUP) periode Juli – Desember 2023, karena ada perubahan tata kelola Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang mengurangi porsi Dana Otsus Papua yang dikelolanya.
Di pihak lain, pemerintah kabupaten/kota tidak menyediakan anggaran untuk membayar beasiswa Siswa Unggul Papua periode Juli – Desember 2023. Penjabat Walikota Jayapura, Frans Pekey misalnya, menyatakan tanggung jawab untuk membayar beasiswa Siswa Unggul Papua periode Juli – Desember 2023 ada di tangan Pemerintah Provinsi Papua.
“Beasiswa SUP bisa tanya datanya ke BPSDM Papua, bukan ke Pemerintah Kota [Jayapura]. Peralihan [tanggung jawab membayar beasiswa SUP kepada pemerintah kabupaten/kota] baru akan dimulai 2024,” kata Pekey kepada Jubi melalui pesan WhatsApp pada Selasa siang.
Mahasiswa dirugikan
Penerimaan beasiswa Siswa Unggul Papua, Meiby CS Yawa mengatakan tidak bisa mengikuti ujian semester gara-gara tunggakan pembayaran beasiswa itu. Yawa merupakan mahasiswa semester tujuh Program Studi Ekonomi Pembangunan di STIE Port Numbay Jayapura.
Yawa mengatakan biaya pendidikan harus dibayar enam bulan itu sebesar Rp7 juta dan biaya hidup sebesar Rp30 juta persemester. Yawa mengatakan ia harus mengulang kuliah di tahun depan gara-gara keterlambatan pembayaran biaya studinya.
“Batas pembayaran 8 Desember 2023. Saya harus mengulang tahun depan. Tidak bisa mengikuti [ujian] semester karena belum dibayarkan biaya pendidikan. Kampus bilang harus bayar dulu, baru ikut ujian,” kata Yawa kepada Jubi, pada Selasa siang
Yawa mengatakan tidak mempunyai uang untuk membayar biaya kuliah. Ia mengatakan kondisi ekonomi keluarganya tidaklah cukup untuk bisa membayar biaya pendidikannya. “Bapak kerja sapu-sapu jalan,” ujarnya.
Usai mengikuti rapat kerja dengan DPR Papua di Kota Jayapura pada 24 November 2023, Kepala BPSDM Papua, Aryoko Rumaropen mengatakan dari 1.718 data mahasiswa yang diverifikasi, hanya sebanyak 1.300 yang aktif berkuliah. Rumaropen mengatakan BPSDM Papua masih memiliki saldo sekitar Rp57 miliar, namun tidak bisa digunakan karena dasar permintaan pembayaran awal hanya pembayaran beasiswa Siswa Unggul Papua periode Januari – Juni 2023.
“Jadi nanti kami akan laporkan dulu ke Pak Sekretaris Daerah [Provinis Papua] apakah kita kembalikan ke Kas Daerah baru kita minta lagi sesuai kebutuhan Juli – Desember, ataukah kekurangan yang kita butuhkan ditambahkan,” katanya.
Menurut Rumaropen dari delapan pemerintah kabupaten dan satu kota di Papua, baru Pemerintah Kota Jayapura yang menyatakan akan mendukung pembayaran beasiswa melalui hibah kepada Pemprov Papua. “Tapi ini sudah November, dan Pemprov Papua sudah tutup APBD. Itu kalau masuk dalam bentuk penerimaan sebagai apa? Padahal tujuannya masuk sebelum kita tetapkan APBD,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!