Timika, Jubi – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Timika pada Selasa (18/4/2023) kembali lagi menunda sidang pembacaan tuntutan terhadap empat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika. Agenda sidang itu ditunda lagi karena Jaksa Penuntut Umum belum siap membacakan tuntutannya.
Keempat terdakwa warga sipil dalam perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga itu adalah Roy Marten Howay (berkas perkara nomor 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika), Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles (berkas perkara ketiganya terdaftar dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika). Kedua perkara itu diperiksa majelis hakim yang diketuai Putu Mahendra SH MH, dengan hakim anggota M Khusnul F Zainal SH MH dan Riyan Ardy Pratama SH MH.
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Dalam sidang Selasa, Jaksa Penuntut Umum Febiana Wilma Sorbu SH menyatakan berkas tuntutan bagi keempat terdakwa pembunuhan dan mutilasi itu belum siap. Ia meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyiapkan tuntutan. Ketua Majelis Putu Mahendra SH MH kemudian menunda sidang hingga Selasa (2/5/2022). Sebelumnya, sidang pembacaan tuntutan pada 14 April 2023 juga gagal digelar karena alasan yang sama.
Usai persidangan, advokat Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua, Helmi SH selaku kuasa hukum keluarga korban menyatakan penundaan pembacaan tuntutan pada Selasa memberi kesan bahwa JPU tidak serius menangani perkara. Padahal, demikian menurut Helmi, sebetulnya JPU tidak perlu susah payah untuk membuat dan membacakan tuntutan karena fakta persidangan telah jelas.
“Fakta persidangan, dan termasuk juga dengan menggunakan Putusan Pengadilan Militer Jayapura sebagai bagian dari rangkaian pembuktian dalam kasus tersebut. Sebenarnya kan dasar tuntutan itu salah satunya dari dakwaan, kemudian fakta persidangan. Menurut kami selaku tim kuasa hukum keluarga korban, apa susahnya?” ujar Helmi kepada Jubi, Selasa.
Helmi menyatakan meski pembuatan dan pembacaan tuntutan harus melalui persetujuan atasan JPU, hal itu semestinya tidak dijadikan untuk membuat sidang tertunda-tunda. “Menurut kami harusnya tidak ada alasan ditunda lagi. Pihak keluarga korban juga butuh kepastian dalam perkara itu,” ujarnya.
Putusan Pengadilan Militer
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika itu menyedot perhatian publik, karena melibatkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang diadili secara terpisah di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Salah satu dari keenam prajurit prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu adalah Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, yang perkaranya diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, pada 24 Januari 2023, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD kepadanya.
Sejumlah lima prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo lain yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu adalah adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw. Pada 16 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura menyatakan keempat terdakwa juga terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Majelis Hakim yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto itu menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Pratu Rahmat Amin Sese dan Pratu Risky Oktav Mukiawan, dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas TNI AD. Sedangkan Pratu Robertus Putra Clinsman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara Praka Pargo Rumbouw 15 tahun penjara. Keduanya juga dipecat dari dinas TNI AD. (*)