Jayapura, Jubi – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada Kamis (15/6/2023) menunda sidang kasus dugaan makar yang didakwakan kepada tiga mahasiswa peserta mimbar bebas di Universitas Sains dan Teknologi Jayapura atau USTJ. Sidang itu ditunda lantaran saksi ahli pidana Jaksa Penuntut Umum tidak menghadiri persidangan.
Perkara itu adalah kasus dugaan makar yang didakwakan kepada Yoseph Ernesto Matuan, Devio Tekege dan Ambrosius Fransiskus Elopere. Ketiga mahasiswa itu didakwa makar gara-gara menggelar aksi mimbar bebas di halaman USTJ pada 10 November 2022, dengan membawa bendera Bintang Kejora.
Mimbar bebas digelar untuk menolak rencana dialog damai Papua yang digagas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI. Aksi Mimbar bebas itu akhirnya dibubarkan polisi, dan sejumlah peserta mimbar bebas itu ditangkap. Yoseph Ernesto Matuan, Devio Tekege dan Amborsius Fransiskus Elopere kemudian dijadikan tersangka makar, hingga perkaranya diadili di Pengadilan Negeri Jayapura.
Perkara makar yang didakwakan kepada Matuan terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 92/Pid.B/2023/PN Jap. Perkara Devio Tekege terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor 93/Pid.B/2023/PN Jap, sedangkan berkas perkara Amborsius Fransiskus Elopere terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor 96/Pid.B/2023/PN Jap. Sidang itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Zaka Talpatty SH MH bersama hakim anggota Donald Everly Malubaya SH dan Gracely Novendra Manuhutu SH.
Dalam sidang Kamis itu, Jaksa Penuntut Umum Achmad Kobarubun hendak menghadirkan saksi ahli pidana Dr Yotham TH Timbonga BTh SH MH. Kobarubun menyatakan telah melakukan upaya pemanggilan sebanyak tiga kali terhadap Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar itu. Akan tetapi Yotham tidak bisa hadir.
Namun Kobarubun tidak menjelaskan alasan ketidakhadiran Yotham. “Sudah kami upayakan pemanggilan tapi saksi ahli tidak bisa hadir,” kata Kobarubun dalam persidangan.
Kobarubun meminta agar membacakan Berita Acara Pemeriksaan dari Yotham. Permintaan itu ditolak Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum terdakwa. Advokat Emanuel Gobay menyatakan kehadiran saksi ahli sangat penting karena berkaitan dengan status hukum klien mereka. “[JPU] wajib hadirkan saksi ahli,” tegas Gobay.
Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan sekali lagi kepada jaksa untuk menghadirkan saksi ahli pidana itu. Ketua majelis hakim Zaka Talpatty kemudian menunda sidang hingga Kamis (22/6/2023).
Advokat Helmi selaku penasehat hukum ketiga mahasiswa itu menyatakan keterangan ahli pidana sangat penting untuk membuat terang dugaan tindak pidana yang didakwakan kepada kliennya. “Ketentuan Pasal 186 KUHAP dan penjelasannya [sudah jelas], keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan,” kata Helmi. (*)