Jayapura, Jubi – Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua, Frits B Ramandey menilai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan, Nikolaus Kondomo tidak serius menangani konflik yang terjadi di wilayahnya. Hal itu dinyatakan Ramandey di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Kamis (19/10/2023).
“Kasus-kasus kekerasan di [Papua Pegunungan] terkesan Pj Gubernur Papua Pegunungan tidak memberi atensi yang cukup baik. Itu yang [terlihat saat konflik] terjadi di Wamena, Nduga, dan Yahukimo saat ini,” ujarnya.
Ramandey mengatakan sepanjang 2023 Komnas HAM Papua menerima lima pengaduan kekerasan di Kabupaten Yahukimo akibat konflik bersenjata antara TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Diantaranya, kasus penembakan yang diduga dilakukan TPNPB terhadap tim patroli Kodim 1715/Yahukimo pada 1 Maret 2023 dan kasus pembunuhan dua warga Toraja yang diduga dilakukan TPNPB pada 30 April 2023.
Ada pula kasus kontak tembak antara TNI dengan TPNPB yang menyebabkan lima orang meninggal dunia di Kali Brasa, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, pada 14 September 2023, dan kasus pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap ibu rumah tanggal pada 11 Oktober 2023. Yang terbaru, kasus kekerasan terhadap para penambang yang diduga dilakukan TPNPB di Kali 1 Distrik Serada pada 16 Oktober 2022, yang mengakibatkan 7 orang meninggal dunia dan 7 orang terluka.
Ramandey juga menyebut kasus penyanderaan Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB sejak 7 Februari 2023. Penyanderaan itu terjadi setelah Philip Mark Mahrtens mendaratkan pesawat pilatus milik maskapai Susi Air di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga. Kelompok Egianus Kogoya juga membakar pesawat Susi Air itu.
Ada pula kasus penolakan pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di atas ulayat masyarakat adat Walesi dan Wouma, Kabupaten Jayawijaya. Hasil pemantauan Komnas HAM pada 4 sampai 6 Oktober menyimpulkan pembangunan itu berpotensi menimbulkan konflik dan pelanggaran HAM serius.
Ramandey mengatakan dalam berbagai konflik itu Penjabat Gubernur Papua Pegunungan, Nikolaus Kondomo tidak pernah memberikan pernyataan publik. Kondomo juga dinilai tidak pernah memberikan arahan kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk memberi respon guna menyelesaikan kasus-kasus itu.
Padahal, demikian menurut Ramandey, upaya itu merupakan tugas dan tanggung jawab Penjabat Gubernur Papua Pegunungan. “[Namun] seakan-akan Pj Gubernur Papua Pegunungan membebankan semua kepada para bupati,” katanya.
Ramandey mengatakan pihaknya mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memberikan arahan dan teguran kepada Nikolaus Kondomo agar lebih proaktif menyikapi situasi di Papua Pegunungan. “Kita meminta kepada Mendagri untuk memberikan arahan bahkan teguran kepada Pj Gubernur Papua Pegunungan, supaya ada koordinasi yang baik,” ujarnya.
Analis Pelanggaran HAM Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Muhamad Ridwan Herdika mengatakan Komnas HAM mengalami kesulitan berkoordinasi dengan Pj Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. Ridwan mencontohkan saat Komisioner Komnas HAM hendak berkoordinasi terkait pro-kontra pembebasan lahan untuk pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan, namun Kondomo tidak dapat ditemui.
“Kita sudah naik ke [Kabupaten Jayawijaya], dan memang Pj Gubernur Papua Pegunungan kurang kooperatif. (*)