Jayapura, Jubi – Aliansi mahasiswa dan pelajar serta masyarakat dari tiga Distrik yaitu Wouma, Welesi dan Asolokobal kembali menolak rencana pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan di Distrik Welesi.
Hal itu dinyatakan usai kunjungan kerja Wakil Menteri Dalam Negeri, Wempi Wetipo sekaligus meninjau lokasi pembangunan di Welesi, Jayawijaya, Selasa (7/2/2023) dan penyerahan sepihak tanah seluas 72 hektar yang kini bertambah menjadi 108 hektar.
Menurut aliansi mahasiswa, hal itu dilakukan oleh oknum elit tertentu demi ambisi dan kelompoknya untuk pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan Tengah, yang tidak melalui mekanisme formal demokratis dan tidak melibatkan seluruh masyarakat dan pemilik hak ulayat di wilayah aliansi Wio di Wouma, Welesi hingga Assolokobal.
Pasalnya, rencana pembangunan itu tidak memerhatikan dampaknya bagi eksistensi masyarakat dan masa depan generasi tiga aliansi, yang mana tanah tersebut dan di sekitarnya masih merupakan areal kebun dan pertanian produktif yang bakal mengancam kehidupan warga sekitar.
Mewakili aliansi mahasiswa Distrik Wouma, Beyamin Lagoan mengatakan, lahan yang disebut oleh Wamendagri kemudian pemerintah Provinsi Papua Pegunungan untuk pembangunan kantor Gubernur, sebagai lahan sengketa adalah tidak benar.
“Masyarakat di sekitar lahan yang diberikan itu saat ini masih bekerja atau bertani. Kita ini semua sekolah dari SD sampai kuliah dari lahan pertanian itu. Itu merupakan tanah komunal yang sampai hari ini masih dikelola dan berharap di tanah tersebut,” kata Lagoan kepada Jubi, Rabu (8/2/2023) di Jayapura.
Bahkan ia menuturkan di Wouma hampir 80 persen status masyarakat masih bertani, termasuk guru dan pegawai negeri. Sehingga jika hal tersebut diberikan untuk pembangunan kantor Gubernur beserta infrastruktur penunjang lainnya, akan mengancam mata pencaharian warga setempat.
“Nanti anak cucu kami kemana, sehingga dari tiga aliansi Wouma, Welesi dan Asolokobal sepakat menolak karena itu merupakan lahan yang tersisa untuk masa depan untuk anak cucu kami,” katanya.
Setelah menyatakan sikap, aliansi mahasiswa berencana akan ke Wamena dan melakukan pemalangan lokasi sebagai bentuk penolakan.
“Kami bukan menolak DOB atau provinsi barunya, kami hanya menyayangkan dengan lokasi yang kecil kemudian kenapa harus dipaksa penempatannya harus disitu, cari wilayah lain,” ucapnya.
Perwakilan wilayah Asolokobal, Yosep Asso mengatakan, melihat letak geografis rencana pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan yang diapit pegunungan dan sungai, ditambah sebagian besar masyarakat setempat lebih memilih bertani.
“Dengan tegas menolak dan kami mahasiswa di Kota Jayapura ingin pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan cari tempat lain, supaya kami masyarakat bisa berkebun, beternak di lahan yang akan digunakan nantinya,” kata Asso.
Sementara itu Perwakilan mahasiswa Distrik Welesi, Yafet Yelipelle menyayangkan sikap pemerintah pusat dan provinsi Papua Pegunungan yang memaksakan harus dibangunnya kantor Gubernur Papua Pegunungan di Welesi.
“Sangat disayangkan masyarakat dipaksakan harus digusur dan lain sebagainya. Kami menilai yang memperjuangkan dengan dibentuk tim peduli pembangunan di Welesi itu, mereka-mereka yang kemarin sudah kalah di politik, entah itu dari kursi legislatif, bupati dan lain sebagainya sehingga perjuangkan untuk mereka punya nasib saja, bukan untuk nasibnya masyarakat Welesi,” ujar Yelipelle. (*)