Merauke, Jubi – Sejumlah tiga Panitia Pemilihan Majelis Rakyat Papua Selatan atau MRPS tingkat kabupaten dari Kabupaten Merauke, Mappi, dan Boven Digoel meminta Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo membatalkan penetapan calon anggota MRPS oleh Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan pada 31 Mei 2023 lalu. Pasalnya, ada sejumlah nama calon anggota Kelompok Kerja Adat dan Kelompok Kerja Perempuan MRPS yang tidak pernah mengikuti seleksi di tingkat kabupaten.
Tuntutan itu disampaikan dalam keterangan pers tiga Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Kabupaten di Merauke pada Jumat (2/6/2023). Keterangan pers itu dihadiri Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Merauke Ramadayanto, Kepala Sekretariat Panitia Pemilihan MRPS Kabupaten Merauke Jhon Ulukyanan dan anggota Panitia Pemilihan MRPS Kabupaten Merauke Dominikus Cambu, Sekretaris Bakesbangpol Kabupaten Mappi Wensislaus Angwarmase, Ketua Panitia Pemilihan MRPS Kabupaten Boven Digoel Adonia Yalenkatuk, dan anggota Panitia Pengawas Pemilihan MRPS Kabupaten Boven Digoel Adrianus Maromob.
Panitia Pengawas Pemilihan MRPS Kabupaten Boven Digoel Adrianus Maromob menyatakan penetapan calon anggota MRPS oleh Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan pada 31 Mei 2023 lalu tidak sesuai aturan. “Proses dan tahapan pemilihan calon anggota MRPS oleh Panitia Pemilihan MRPS tingkat Boven Digoel telah sesuai Peraturan Gubernur Papua Selatan Nomor 14 Tahun 2023. Tapi sayang proses itu dimentahkan Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan,” kata Maromob.
Maromob menjelaskan bahwa Peraturan Gubernur Papua Selatan Nomor 14 Tahun 2023 dan petunjuk teknis telah membagi kewenangan Panitia Pemilihan MRPS tingkat provinsi dan kabupaten. Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan berwenang menyelenggarakan proses seleksi calon anggota Kelompok Kerja (Pokja) Agama. Sementara Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten berwenang menyelenggarakan seleksi calon anggota Pokja Adat dan Pokja Perempuan MRPS.
Akan tetapi, dalam penetapan calon anggota MRPS tingkat provinsi pada 31 Mei 2023 lalu, Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan memasukkan nama calon anggota Pokja Adat dan Pokja Perempuan MRPS yang tidak pernah mengikuti seleksi tingkat kabupaten dan tidak ada di dalam surat keputusan Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten.
“Seharusnya pleno [tingkat] provinsi [itu] hanya membahas keputusan Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten, lalu disahkan atau ditetapkan. Kalau Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan menggodok lagi, untuk apa dibentuk panitia pemilihan dan panitia pengawas tingkat kabupaten? Kami merasa tidak dihargai sama sekali kerjanya dan itu sangat kami sesalkan,” ujarnya.
Maromob menyatakan Panitia Pemilihan MRPS tingkat provinsi juga telah menggeser urutan nama calon yang telah ditetapkan Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten. Sejumlah calon di urutan atas digeser ke nomor urutan bawah. “Yang mengecewakan kami, di pleno provinsi kemarin itu ada yang namanya di nomor 10 dinaikkan ke nomor 1,” ungkap Maromob.
Ia mengingatkan cara kerja Panitia Pemilihan MRPS Provinsi Papua Selatan bisa memicu konflik di kabupaten. Pasalnya, nama bakal calon MRPS yang diusulkan itu telah mendapat persetujuan dari mayoritas masyarakat di tingkat kabupaten. Maromob menyatakan hasil penetapan calon anggota MRPS tingkat provinsi saat ini telah menjadi polemik hangat di kalangan masyarakat, dan menimbulkan ketegangan.
“Kalau Panitia Pemilihan MRPS tingkat provinsi mengubahnya, maka apa yang akan terjadi di kabupaten, kalau terjadi apa-apa, siapa nanti yang akan bertanggung jawab? Suhunya [politik] sudah mulai tegang di kabupaten. Kami minta agar hasil pleno kemarin dibatalkan karena telah melanggar aturan yang berlaku,” desak Maromob.
Hal senada disampaikan anggota Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Kabupaten Merauke, Dominikus Cambu. Ia mendesak Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo segera membatalkan penetapan calon anggota MRPS oleh Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan, karena proses penetapan itu sarat pelanggaran.
“Dari sisi hukum, mereka [Panitia Pemilihan MRPS tingkat provinsi] bisa dipidana karena telah mengganti nama calon anggota. Berdasarkan Pasal 14 poin pertama Peraturan Gubernur, tugas Panitia Pemilihan MRPS provinsi hanya menetapkan hasil Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten yang kewenangannya adalah menetapkan perwakilan adat dan perempuan,” kata Cambu.
Cambu menjelaskan Panitia Pemilihan MRPS tingkat kabupaten bertugas meneliti dan memverifikasi kelompok masyarakat adat dan kelompok perempuan. Mereka juga bertugas meneliti dan memverifikasi persyaratan yang dimasukkan oleh bakal calon, dan menetapkan daftar urut tetap dan daftar urut tunggu calon.
“Kami sudah melalui proses tahapan sesuai aturan. Tapi Panitia Pemilihan MRPS tingkat provinsi sendiri yang menabrak aturan,” tegasnya.
Yang paling fatal, demikian menurut Cambu, nama-nama yang tidak mengikuti tahapan seleksi dari tingkat kabupaten justru ditetapkan Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Papua Selatan sebagai calon dengan nomor urut tetap.
“Untuk Merauke ada [berinisial] PI, GG. [Ada juga] PK dari Boven Digul. Itu nama-nama yang tidak mengikuti tahapan seleksi dari tingkat bawah, dan dokumennya tidak ada, tapi justru ditetapkan. Itu jelas Panitia Pemilihan MRPS Provinsi Papua Selatan menabrak aturan,” tuturnya.
Kepala Sekretariat Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Kabupaten Merauke John Ulukyanan mengatakan pihaknya akan meminta klarifikasi kepada Panitia Pemilihan MRPS Tingkat Provinsi Papua Selatan. Ulukyanan juga menyatakan pihaknya meminta audensi dengan Penjabat Gubernur Papua Selatan untuk membicarakan masalah itu.
“Kalau tidak dilakukan, kami akan melakukan koordinasi ke Direktorat Jenderal Otonomi Daerah [Kementerian Dalam Negeri]. Di sana ada ruang untuk memberikan solusi terhadap persoalan yang dianggap provinsi tidak mampu menyelesaikannya,” imbuhnya. (*)