Jayapura, Jubi – Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Dalam dan Luar Negeri, Jhon Reba pihaknya meminta Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan surat jaminan terkait kelanjutan studi bagi anak-anak mereka. Surat jaminan itu penting agar penerima beasiswa Otonomi Khusus Papua tidak mendapat sanksi gara-gara keterlambatan pencairan beasiswa dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Papua.
“Kami minta dalam rapat [19 Juni 2023], agar Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan surat pernyataan atau jaminan agar anak-anak jangan sampai terkena sanksi akademik, dan tetap [diizinkan] mengikuti proses kuliah selama pemerintah belum membayar [beasiswa] mereka,” kata Reba.
Pada 2021, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) diundangkan. UU Otsus Papua Baru berikut aturan turunannya mengatur sebagian besar proporsi Dana Otonomi Khusus Papua dikelola pemerintah kabupaten/kota.
Akibatnya, Pemerintah Provinsi Papua tidak lagi memiliki anggaran untuk menjalankan sejumlah program yang dibiayai Dana Otsus Papua, termasuk program beasiswa Otonomi Khusus dan Kartu Papua Sehat. Pembiayaan beasiswa bagi ribuan mahasiswa asli Papua yang sedang berkuliah di dalam dan luar negeri hanya dapat berlanjut jika pengelolaan program itu dialihkan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Reba menyatakan pembiayaan beasiswa Otonomi Khusus dikembalikan kepada masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Akan tetapi, Reba menyatakan proses pelimpahan kewenangan ini tentu membutuhkan waktu yang lama.
“Bagi kami, belum ada kepastian karena ini masih berproses, kecuali sudah ada uang untuk biaya 2023. Ini kan masih siapkan data, masih mau bicara ke bupati/walikota, itu kan [artinya] belum pasti. Untuk mencapai ke proses ini semua membutuhkan waktu karena validasi data, uang harus tersedia, itu butuh waktu,” ujarnya.
Reba menyatakan ada 3.171 mahasiswa penerima beasiswa Otonomi Khusus di Tanah Papua, 1.717 mahasiswa diantaranya berada di Provinsi Papua. Reba menyatakan orangtua berharap anak-anak mereka tetap melanjutkan studi dan menerima beasiswa hingga perkuliahan itu selesai.
“Kami tetap berada di sini karena masih ada verifikasi data, dan proses-proses lain. Kami tetap menginap dan mengawal. Intinya kami anak-anak jangan sampai dikeluarkan atau dipulangkan. Harus ada jaminan dari pemerintah. Karena selama ini belum ada surat jaminan untuk anak-anak, di kampus mereka hanya bikin pertanyaan sendiri,” katanya.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau KJRI di Melbourne, Geovannie F P menyatakan ada empat mahasiswa penerima beasiswa Otonomi Khusus yang menginap di KJRI sejak Februari 2023. Selain itu ada satu mahasiswa yang berstudi di Tasmania yang belum menerima pembayaran biaya hidup sejak Januari 2023.
“Dia [mahasiswa yang di Tasmania] sudah dibayarkan seluruh untuk biaya studi sampai 3 tahun. Namun memang sampai saat ini biaya hidup dari Januari 2023 hingga saat ini belum dibayarkan. Cukup prihatin dengan kondisi dia. Dia ada di Pulau Tasmania sehingga agak sulit untuk kita jangkau,” ujarnya.
Geovannie menyatakan mahasiswa tersebut telah berusaha bekerja sampingan untuk membayar biaya akomodasinya. Namun, Geovannie menyatakan mahasiswa berhenti, karena pekerjaannya menuntutnya harus pulang malam.
“Dia sendiri sudah berusaha kerja bahkan dengan dana yang dikumpulkan bisa membayar akomodasinya hingga Maret 2023. Tetapi setelah itu dia tidak sanggup, karena habis pulang malam dari kerjanya, dan merasa diikuti orang lain. Dia diberi bantuan diperbolehkan [tinggal di asrama] selama tiga bulan. Namun hari ini [Senin] kami dapat kabar dia mau diusir [dari asramanya]. Kami sulit menjangkau karena jauh,” katanya.
Diaspora Indonesia di Singapura, Martin Lukas menuturkan pernah mendampingi mahasiswa beasiswa Otsus yang berstudi di Singapura. Martin menyatakan para mahasiswa ini bahkan hanya menerima biaya hidup sekali saja dan sempat tinggal di KBRI Singapura.
“Pada November 2022 saya dikabari salah satu staf KBRI bahwa ada delapan anak Papua mendapat beasiswa namun mereka sempat terlantar dan mereka ditampung KBRI Singapura. dan akhirnya atase pendidikan Singapura dan kedubes menelpon Pemda Papua. Lalu dikeluarkan dana penginapan selama setahun dan biaya pendidikan mereka. Nah tetapi rupanya ketika saat bertemu dengan delapan orang ini. Mereka bercerita uang bulanan mereka tidak pernah dapat, cuma dapat satu bulan pertama. Setelah empat bulan berikutnya seperti terkatung-katung,” kata pria yang sudah lima belas tahun tinggal di Singapura itu.
Martin menyatakan gereja kemudian membantu biaya makan dan transportasi mereka. Namun, empat mahasiswa telah kembali ke Indonesia lantaran tidak ada kejelasan pembayaran beasiswa dari BPSDM Papua.
“Kebetulan mereka aktif di gereja, dan empat orang datang ke gereja kami. Mereka bercerita bahwa mereka dapat beasiswa. Sudah dapat beasiswa uang sekolah untuk semester 1, tetapi uang bulanan tidak ada. Kami dengan teman-teman di gereja sepakat minimal kita bantu biaya hidup dalam artian biaya makanan dan transportasi, karena MRT di Singapura harus bayar perorang,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Mencari Solusi Penyelesaian Beasiswa Otsus Papua di Dalam dan Luar Negeri” yang diselenggarakan Analisis Papua Strategis secara daring pada Senin (19/6/2023).
Dalam diskusi yang sama, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Simon menyatakan untuk beasiswa otonomi khusus pada 2023 dan seterusnya bagi mahasiswa Papua telah disepakati akan dibiayai pemerintah provinsi, baik Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, Pemerintah Provinsi Papua Selatan, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
“Kami terus mendorong bahwa komitmen pemerintah daerah dan kepala daerah dalam penganggaran dan juga eksekusi terkait pendanaan beasiswa ini bisa sampai ke mahasiswa dan lembaga penyelenggara pendidikan,’ katanya dalam diskusi daring masalah beasiswa Otsus Papua yang diselenggarakan Analisis Papua Strategy pada Senin malam.
Simon menyatakan UU Otsus Papua Baru sudah membuka ruang untuk pendanaan bagi beasiswa. Pemerintah daerah bisa menggunakan dana Transfer ke Daerah (TKD), salah satunya dari Dana Otsus, Pemerintah daerah juga bisa memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Asli Daerah, pendapatan daerah yang tidak ditentukan dalam penggunaan.
“Kami juga berharap kolaborasi sinergi pendanaan. Sinergi pendanaan juga berkolaborasi pendanaan dari pemerintah, misalnya lewat LPDP. Juga mungkin Kementerian Pendidikan,” ujarnya. (*)