Nabire, Jubi – Pemalangan gedung unit Pelaksana Teknis atau UPT Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Balai Guru Penggerak -BGP Provinsi Papua yang berlokasi di Buper Waena Kota Jayapura, dinilai berakibat pada pengurusan administrasi dan lainnya yang bersentuhan langsung dengan sekolah-sekolah di seluruh daerah se tanah Papua.
Pemalangan yang dilakukan oleh pemilik hak dari suku Ohee dan Puraro ini makan waktu yang cukup lama. Setahun lebih telah berlalu. Namun pihak BGP dinilai justru membiarkan kondisi tersebut begitu saja. Sementara pihak hak ulayat menanti kapan akan ada mediasi agar kejelasaan atas status tanah yang cukup lama digunakan oleh Kemendikbudristek yang berada di Papua itu.
Untuk itulah LSM Lira Provinsi Papua mengingatkan kepada Kemendikbudristek agar segera mengambil langkah penyelesaian supaya kantor bisa dibuka kembali.
Gubernur LSM Lira Papua Toenjes Swansen Maniagasi kepada Jubi mengatakan, dirinya menemukan ada satu bangunan kantor yang dipalang oleh pemilik hak ulayat kurang lebih satu tahun lebih, ternyata kantor tersebut adalah satu UPT dibawah Kemendikbudristek, maka perlu dilakukan mediasi antara pemilik Ulayat dan pihak Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Papua yang berada dibawah direktorat jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK Kemendikbudristek).
“Ini segera cari solusi, kami meminta kepada organisasi kemasyarakatan lainnya agar melihat hal seperti ini dengan serius. Itu karena keberadaan UPT tersebut sangat bersentuhan langsung ke masyarakat, kita di LSM atau OKP dan juga lembaga adat lainnya dan juga tokoh adat lainnya untuk menyikapi hal ini dengan serius,” ujar Maniagasi.
Selain itu Maniagasi mengaku sangat heran, sebab hampir semua UPT dibawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang berada di Papua diisi oleh pejabat non OAP yang diimpor langsung dari wilayah Jawa dan sekitarnya.
“Ini bertentangan dengan roh Otsus,” ucapnya.
Maniagasi yang juga sebagai Ketua Peradi Perjuangan Provinsi Papua ini sangat menyayangkan sikap Menteri Pendidikan yang tidak melihat status lex specialis yang dimiliki Provinsi Papua. “Pak Nadiem harus memberikan kesempatan kepada orang asli Papua untuk dapat menduduki posisi penting di UPT tersebut,” katanya.
Lira Papua juga meminta kepada BP3OKP dibawah pimpinan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk segera menertibkan hal-hal seperti ini.
“Dan kami akan menyurat secara resmi kepada Menteri Pendidikan serta Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP),” katanya.
Sementara itu, kepala Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Papua Fatkurohmah yang dikonfirmasi Jubi mengatakan, atas kondisi pemalangan itu, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah Provinsi Papua.
“Saat ini kami sudah menyerahkan ke dinas pendidikan provinsi Papua, kami sedang menunggu jawaban,” katanya singkat melalui pesan WhatsApp.(*)