Timika, Jubi – Sejumlah warga yang berdomisili di Distrik Agandugume, Lambewi, dan Oneri di Kabupaten Puncak, Papua, mengalami bencana alam Awarakani (kekeringan) dan kelaparan. Awarakani adalan sebutan bencana alam kekeringan dalam bahasa suku Lanny.
Awarakani biasanya terjadi setelah hujan es, sebagaimana yang dialami oleh warga di Agandugume, Lambewi, dan Oneri pada 3 Juni 2023 hingga saat ini. Bencana ini terjadi pada waktu yang tidak menentu, ada yang dalam jangka waktu lima tahun sekali, bahkan sering terjadi setahun sekali.
Salah seorang warga Kampung Yugumi, Distrik Oneri, Gimius Murib menceritakan awal bencana Awarakani yang berujung pada musibah kelaparan bahkan keguguran ibu hamil serta kematian sejumlah warga.
“Pada 3 Juni 2023 itu terjadi hujan es saat malam hari. Waktu itu suhu tiba-tiba mendingin, saat pagi hari warga hendak keluar rumah dan memantau ternyata malam itu turun hujan es,” katanya kepada jubi saat ditemui di Mimika, Minggu (13/8/2023).
Murib mengatakan, setelah empat hari berlalu barulah perkebunan warga mengering dan mengakibatkan penduduk kelaparan. Tanaman ubi dan keladi membusuk sehingga warga tidak bisa mengonsumsinya lagi.
“Setelah empat hari saya pergi melihat kebun yang saya tanami ubi dan keladi juga mengalami kekeringan, kami mau gali dan makan juga tidak bisa, sejak itulah warga mulai merasakan keterbatasan bahan makanan dan terjadilah kelaparan,” katanya.
Menurutnya, sejak tanaman mulai mengering ada warga yang terpaksa mengonsumsi ubi yang sudah membusuk dan berair. Hal itu dilakukan karena keterlambatan bantuan bahan makanan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Puncak selama lebih dari dua pekan.
Sebagian warga sempat ke Ilaga ibu kota Kabupaten Puncak dan Kuyawage di Kabupaten Lanny Jaya, bahkan ada yang turun ke Distrik Sinak. Sementara sebagian warga bertahan dan mengonsumsi ubi yang mulai membusuk.
“Jadi tujuan warga keluar dari kampung itu untuk mencari makanan, sementara dari pihak gereja dan warga lain ke Ilaga membawa aspirasi masyarakat, namun pemerintah lambat merespons, nanti ada sekitar satu minggu setengah baru TNI dan Polri menurunkan bahan makanan di Distrik Sinak,” katanya.
Akibat terpaksa mengonsumsi ubi busuk, salah seorang warga meninggal dunia di Distrik Agandugume. “Jadi pemberitaan di berbagai media massa yang menyebutkan bahwa ada enam orang yang meninggal dunia itu hoaks. Tidak benar, yang benar adalah satu orang saja yang meninggal dunia,” katanya.
Selain kematian, juga terjadi kasus keguguran janin pada ibu hamil sebanyak tiga orang. “Ada tiga ibu yang mengalami keguguran anak, karena mengonsumsi ubi yang busuk, coba bayangkan saja selama dua minggu warga mengonsumsi umbi-umbian yang busuk, pasti sakit dan berujung pada kematian,” katanya.
Kepala Puskesmas Agandugume Lenius Tabuni membenarkan bahwa warga yang mengonsumsi makanan busuk itu, ada yang jatuh sakit dan satu orang meninggal dunia.
“Informasi yang beredar di media mainstream itu ada 6 orang warga, 3 orang dari Distrik Lambewi dan 3 orang dari Distrik Agandugume yang meninggal karena kelaparan. Informasi itu sebenarnya sedikit keliru. Yang benar itu 1 orang meninggal dunia karena kelaparan dan 5 orang lainnya itu, mereka meninggal karena sakit tapi sebelum ada bencana kekeringan pada bulan Mei,” katanya.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan bahwa ada seorang ibu juga yang mengalami keguguran. Usia kandungannya 6 bulan saat ibu hamil itu hendak berjalan ke Kabupaten Lanny Jaya untuk mencari makanan.
“Namun di pertengahan jalan mengalami keguguran janinnya. Dampak dari bencana kekeringan ini juga ada pula warga yang sakit perut, muntah, dan mencret tetapi setelah ada tim medis dari kabupaten yang diperbantukan dengan tenaga kesehatan yang ada di atas, akhirnya pelayanan kesehatan bisa berjalan dengan baik dan lancar,” katanya.
Terkait stok obat untuk saat ini, kata dia, masih aman-aman sebab pemerintah sudah mengirimkan tim medis bersama pasokan obat-obatan. “Sehingga apabila ada warga yang sakit perut langsung ditangani oleh tim medis yang bertugas,” katanya.
Ketua Klasis Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII) Agandugume Weti Murib mengatakan bahwa pascabencana alam di tiga distrik itu, warga jemaat tidak mengungsi ke distrik tetangga apalagi ke kabupaten tetangga dengan jumlah yang besar.
“Semenjak kejadian bencana kekeringan, warga saya tidak mengungsi keluar dari Distrik Agandugume, Oneri, dan Lambewi. Mereka semua menetap di rumah mereka masing masing, ada yang sempat keluar tetapi mereka sudah balik ke Agandugume,” katanya.
Saat ini warga yang terdampak bencana sudah mendapatkan batuan dari pemerintah daerah Puncak, Pemerintah Pusat, TNI/Polri dan lembaga-lembaga swasta lainnya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan.
“Saya secara pribadi sangat berharap agar selama masa pemulihan dan masa-masa sulit masyarakat, selama 5 atau 6 bulan ke depan ini, pemerintah tetap dapat memberikan bantuan bahan makanan,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Puncak Yuniet Murib mengatakan cakupan wilayah yang terdampak bencana kekeringan itu, untuk wilayah Distrik Agandugume meliputi tujuh kampung, Lambewi sebanyak tujuh kampung, dan Oneri hanya satu kampung saja.
“Jadi total kampung yang terdampak itu ada 15, kami distribusi bahan makanannya melalui Agandugume,” katanya.
Dari data kependudukan yang diperoleh, warga yang terdampak bencana dari Distrik Agandugume berjumlah 3.019, Lambewi berjumlah 4.440, dan Oneri berjumlah 553. Total jumlah penduduk yang terdampak dari tiga distrik ini sebanyak 8.012 orang.
Ia menjelaskan bencana alam ini biasanya terjadi tidak menentu, sebab setiap tahunnya bisa terjadi sekali atau dua kali. Bahkan jarak waktu yang paling lama 5-10 tahun sekali. Pada 2023 ini hanya terjadi satu kali saja.
“Kalau bencana alam yang terjadi dalam jangka waktu singkat itu warga bisa atasi. Tetapi bencana yang terjadi di Agandugume, Lambewi, dan Oneri itu membuat lahan kering dan warga tidak bisa mengonsumsi makanan,” katanya.
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan BNPB terkait rencana membangun gudang penampungan makanan di Distrik Agandugume, agar ketika terjadi bencana warga sudah bisa menampung makanan dan mengantisipasi ancaman bencana kelaparan.
“Saya harap dengan adanya gudang yang akan dibangun bisa mengatasi bencana semacam ini,” katanya. (*)