Jayapura, Jubi – Advokat Helmi SH selaku kuasa hukum korban kekerasan seksual berinisial MR mengkritik rendahnya tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa kasus itu, JM. Helmi berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang memeriksa dan akan mengadili perkara itu akan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Tuntutan yang dikritik Helmi itu adalah tuntutan dalam perkara kekerasan seksual yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura. Perkara itu diperiksa dan diadili hakim yang diketuai Zaka Talapatty SH MH bersama hakim anggota Donald Everly Malubaya SH dan Gracely Novendra Manuhutu SH.
Menurut Helmi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosma Yunita Paiki telah mendakwa JM dengan delik kekerasan seksual sebagaimana diatur Pasal 289 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara selama sembilan tahun. Akan tetapi, dalam tuntutan yang dibacakan JPU pada Selasa (21/3/2023), JM hanya dituntut delapan bulan penjara.
“Kami pertanyakan persoalan tuntutan jaksa. Dari ancaman pidana sembilan tahun, [terdakwa] hanya dituntut delapan bulan. Itu menimbulkan persoalan,” kata Helmi kepada Jubi pada Rabu (22/3/2023) sore.
Helmi menyatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung, jaksa diberikan kewenangan dalam setiap kasus pidana untuk bertindak mewakili kepentingan korban. Selain itu, dalam persidangan pelaku JM mengaku perbuatannya melakukan kekerasan seksual kepada korban MR.
“Kalau ancaman pidana sembilan tahun, tapi tuntutan delapan bulan kan ringan itu. Mestinya dia [dituntut] seperdua dari [ancaman maksimal pasal yang] didakwakan, atau [dituntut] hukuman maksimal,” ujarnya.
Helmi berharap hakim menjatuhkan putusan yang maksimal terhadap pelaku kekerasan seksual, sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi. Hal itu juga penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
Korban kekerasan seksual MR menuturkan ia mengalami kekerasan seksual dari JM di kontrakannya, Tanah Hitam, Kota Jayapura, pada 23 Oktober 2022. Setelah MR melaporkan peristiwa itu kepada polisi, MR selalu dihubungi pihak keluarga JM yang meminta perkara itu diselesaikan dengan mediasi. Akan tetapi, MR menolak dan tetap meminta agar diproses secara hukum.
MR mengaku khawatir dengan keamanannya. Ia mengaku bahkan JM pernah menghubunginya, padahal setahunya JM berada di dalam tahanan. Ia juga mengaku keluarga JM bahkan mau melaporkan dirinya ke pihak kepolisian.
“Saya sempat dihubungi keluarga JM. Mereka sampaikan ‘kita mau minta mediasi, tetapi karena kamu masih tetap dengan keputusanmu, nanti dari pihak istri pelaku akan laporkan kamu ke polisi’,” ujar RM menirukan ancaman yang diterimanya. (*)
