Tolak pembentukan DOB, rakyat Paniai demonstrasi lagi

Paniai
Penyerahan aspirasi penolakan pembentukan DOB, penolakan pembentukan Kodim, Polres, Kodam dan Polda di seluruh Papua, serta pencabutan pemberlakuan Otsus di Papua, kepada Ketua DPRD Paniai di lapangan sepak bola Karel Gobai Enarotali, Paniai, Rabu (11/5/2022). - Jubi/Ist

Enarotali, Jubi – Rakyat Paniai yang tergabung di dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) kembali menggelar aksi unjuk rasa di lapangan sepak bola Karel Gobai Enarotali, Rabu (11/5/2022). Awalnya dalam aksi direncanakan diadakan long march menuju Kantor DPRD dan bupati, namun rencana tersebut batal akibat tidak diizinkan oleh Polres Paniai.

Penanggung jawab aksi, Agus Mote mengatakan pihaknya melaksanakan aksi tersebut guna menolak rencana pembentukan DOB, dan pencabutan pemberlakuan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II di Tanah Papua.

Mote menegaskan, rakyat Papua dengan sadar menolak Otsus dan DOB di Papua, karena Otsus diberikan oleh Jakarta untuk meredam gerakan rakyat Papua menuntut kemerdekaan politik bagi Papua. Berdasarkan UU Otsus, maka Jakarta mudah memproses pembentukan Provinsi Papua Barat, serta memperluas kota/kabupaten, distrik, dan seterusnya.

Menurutnya, dampak konkret dari hal itu adalah makin meluasnya markas TNI dan Polri di wilayah-wilayah. Kabupaten Timika merupakan salah satu kota termiskin di Papua. Ironisnya PT Freeport berada di Kabupaten Timika dan masih banyak lagi persoalan-persoalan di berbagai sektor.

“Perusahaan sawit adalah wujud eksploitasi berskala besar yang terjadi di Papua, perampasan lahan, intimidasi dan teror masif terhadap rakyat Papua dengan kekuatan militer. Semua aktivitas eksploitasi ini memaksakan Papua harus menjadi wilayah jajahan Indonesia. Indonesia meraup keuntungan dari pajak eksploitasi sumber daya alam dan manusia di Papua. [juga] Untuk memperluas eksploitasi sumber daya PT Aneka Tambang yang memaksa mengeksploitasi sumber daya alam di Blok Wabu, Intan Jaya, Pegunungan Bintang dan sebagainya,” kata Agus Mote, di hadapan ratusan rakyat Paniai, ketua dan anggota DPRD, serta aparat keamanan di lapangan sepak bola Karel Gobai Enarotali.

Ia menegaskan, tiga pola penjajahan Indonesia di Papua yakni pertama adalah eksploitasi sumber daya alam dan manusia, kedua ekspansi modal, dan ketiga adalah marginalisasi.

“Orang Asli Papua dijadikan sebagai tenaga kerja dengan upah yang murah, meskipun sebelum ada perusahaan, tanah atau air adalah sasaran produksi yang menghidupi masyarakat Papua sekian lama. Lahan-lahan yang kosong dieksploitasi sumber daya alamnya, dan manusianya. Hal ini menyebabkan perluasan kemiskinan, perluasan perampasan tanah, dan memperbanyak kematian rakyat,” katanya.

Dalam empat tahun terakhir, kata dia, operasi militer terjadi di beberapa daerah. Dari 2019-2020 operasi militer pecah di Nduga. Selanjutnya di Puncak Jaya, Intan Jaya, Yahukimo, Kiriwok, dan di Aifat, Sorong. Operasi miilter tersebut berdampak pada kerugian dan kehilangan bagi warga sipil seperti pengungsian, teror, pelanggaran HAM, kehilangan rumah dan harta benda.

Koordinator lapangan, Jemison Gobai, mengatakan untuk merespons kebijakan elite-elite politik dan kolonialisme yang keras kepala, di awal Maret 2022 rakyat Papua menggelar aksi demonstrasi dalam rangka penolakan rencana pembentukan DOB.

“Kami yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua menyatakan sikap tegas, bahwa hentikan praktek pelaksanaan Otsus Jilid II, hentikan produk hukum pemekaran yang dipaksakan atas nama pembangunan dan kesejahteraan terhadap Orang Asli Papua. Hentikan rencana pemekaran [pembentukan] provinsi di Tanah Papua, yang merupakan politik pendudukan dan politik pecah belah di Papua,” katanya.

Pihaknya juga meminta kepada Kapolda Papua dan Kejaksaan Tinggi Papua, agar segera membebaskan Victor Yeimo tanpa syarat. (*)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250